RI Ambisi Perbankan Syariah Skala Besar

Jakarta | Jurnal Asia

Pemerintah berambisi mendirikan bank syariah dengan skala lebih besar. Itu karena layanan syariah yang ditawarkan bank pada umumnya, dianggap belum mampu mengeksploitasi potensi perbankan syariah di negeri ini.

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, Indonesia dianggap ‘subur’ untuk iklim perbankan dengan prinsip syariah, seperi larangan pembayaran tetap atau mengambang, serta pengambilan bunga atau biaya (riba) atas pinjaman.

Namun, meski memiliki potensi pasar yang besar, pertumbuhan bank syariah di negeri ini sangat lambat. Salah satu contoh, Bank Syariah-Bank Muamalat, sejak beroperasi pada tahun 1992, baru sedikit yang dicapai di sektor perbankan syariah.

Kini, ada 11 bank syariah beroperasi sebagai entititas independen bisnis dan 24 unit usaha syariah (UUS) yang beroperasi sebagai divisi perbankan syariah dari bank-bank komersial yang ada. Pada Maret 2013, aset gabungan bank syariah masih menyumbang hanya 4,6 persen atau Rp 209.600.000.000.000 (21080000000 Dolar AS) dari total aset perbankan di Indonesia.

Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Muamalat tercatat sebagai dua bank syariah terbesar dengan total aset masing-masing sebesar Rp 55.480.000.000.000 dan Rp 46.470.000.000.000.

Deputi Menteri BUMN untuk layanan bisnis, Gatot Trihargo mengatakan, Indonesia memerlukan lompatan sistem untuk memastikan bank syariah yang ada mampu bersaing dengan bank-bank Islam di negara-negera anggota ASEAN.

Dia mencontohkan Bank Syariah Malaysia yang telah memiliki banyak pengamanan dan cadangan modal cukup besar. Menurut dia, tak tertutup kemungkinan Bank Syariah Malaysia merambah dan mendominasi pasar perbankan syariah di Indonesia.

Dia menyebutkan, Kementerian BUMN memiliki empat pilihan untuk memperkuat perbankan syariah Indonesia. Pertama, mengkonsolidasikan Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah dengan Bank Tabungan Negara (BTN).

“Merger mungkin sulit, tapi kami memiliki pengalaman merger dengan Bank Mandiri. Keempat bank tersebut bisa menjadi bank tunggal syariah atau perusahaan holding baru,” jelasnya.

Opsi kedua, mengubah salah satu bank, ketiga, membentuk unit syariah BTN dengan manajemen terpisah namun tetap milik negara, opsi terakhir, pemerintah membangun bank baru yang khusus bergerak di perbankan syariah. “Diperkirakan butuh waktu dua sampai empat tahun untuk menyelesaikannya,” katanya.

Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM), Yuslam Fauzi mengatakan, meningkatkan perbankan syariah merupakan ide cemerlang. Namun, pihaknya belum membicarakan hal itu karena bukan domainnya.

Terpisah, Presiden Direktur BNI Syariah, Dinno Indiano mendukung agenda pemerintah tersebut. Menurut dia, hal yang paling penting adalah menetapkan target dengan indikator kinerja utama bagi perusahaan induk untuk memperkuat perbankan syariah.
Dengan begitu, katanya, pemerintah bisa mengukur pertumbuhan industri perbankan syariah di Indonesia.

Direktur Bank Indonesia (BI) urusan Perbankan Syariah, Ahmad Buchori menilai perbankan syariah di Indonesia masih loyo meski sudah beroperasi lebih dari 20 tahun.

Dia sepakat pembentukan bank syariah skala besar untuk meningkatkan industri dan daya saing dengan bank asing. Menurut dia, dengan status milik BUMN, memudahkan pemerintah melakukan pengawasan dan suntikan modal.

“Dari empat opsi, menurut saya yang paling baik menjadikan salah satu unit syariah menjadi bank syariah sepenuhnya dan milik pemerintah untuk menghindari resiko lebih besar,” katanya.

Rencana membentuk bank khusus syariah juga disambut baik Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Achmad K Permana. Malah dia mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan rencana tersebut.

Sementara ekonom Lana Soelistianingsih dan A Tony Prasetiantono tidak sepakat menciptakan bank baru khususnya menangani perbankan syariah atau konversi bank umum. Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) ini menilai, konversi bisa merusak citra bank dan bisnis yang sudah ada.

“Mendirikan bank butuh modal besar. Saya tidak yakin pemerintah memiliki aset cukup besar untuk menjaring kepercayaan publik terhadap bank yang didirikan. Marger, menurut saya langkah paling baik untuk mencapai tujuan,” kata Tony dari Univerrsitas Gadjah Mada (UGM). (konline)

Close Ads X
Close Ads X