Ranperda Penjualan Miras yang Terganjal Tuak

Medan | Jurnal Asia
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol hingga kini tak kunjung selesai. Meski menilai hal itu sebagai kewajaran, namun Wakil Ketua DPRD Kota Medan Ikrimah Hamidy menilai, lambannya pembahasan dikarenakan banyak faktor.
Menurut Ikrimah, lambannya pembahasan Ranperda tersebut disebabkan sejumlah hal, salah satunya yakni dari pihak anggota dewan itu sendiri. Namun, lanjutnya lagi, lambatnya pembahasan tersebut bukan semata disebabkan oleh pihak DPRD Medan, melainkan ada faktor-faktor lainnya, diantaranya belum selesainya Undang-Undang terkait, belum tuntasnya pembahasan ranperda-ranperda yang sebelumnya telah masuk serta faktor keterlambatan dari pihak Pemko Medan.
“Pastinya kita menargetkan seluruh Ranperda yang masuk ke badan legislasi akan selesai sebelum masa jabatan periode ini berakhir. Disinilah tugas panitia khusus (pansus) ranperda-ranperda sebelumnya untuk segera menuntaskan penyelesaian pembahasannya, agar Ranperda berikutnya termasuk tentang minuman beralkohol ini dapat dituntaskan,” tandasnya.
Diterangkannya, Ranperda pengawasan minuman beralkohol ini sendiri merupakan usulan dari Pemko Medan yang diajukan pada 2012 lalu. Namun, karena masih banyaknya ranperda yang duluan masuk pada tahun yang sama belum terselesaikan sehingga ranperda minuman beralkohol tersebut belum dapat dituntaskan.
“Total Ranperda yang belum selesai yakni sekitar 29 ranperda dan penyelesaiannya diputuskan secara mencicil, karenanya butuh waktu. Walau ini masa-masa kampanye, tapi kita dorong semua ranperda ini dapat terselesaikan,” terangnya.
Namun begitu, lanjut Ikrimah lagi, untuk pengawasan minuman beralkohol di Kota Medan sebenarnya telah ada Perda lama yang mengatur masalah ini. “Perda ini dibuat sekitar tahun 80 an yang mengatur keberadaan lokasi-lokasi yang boleh dan tidak boleh untuk menjual minuman beralkohol. Sebenarnya bila perda yang lama ini dipakai relatif masih cukup kuat, namun dikuatirkan perda lama ini malah jadi mengakomodir lokasi-lokasi baru yang sebenarnya tidak diperbolehkan untuk berjualan minuman beralkohol. Intinya, memang diperlukan perda yang baru untuk memperketat pengaturan sebelumnya terhadap perkembangan situasi dan kondisi Kota Medan saat ini,” ucapnya.
Ditambahkan Ikrimah, pada periode 1999-2004, DPRD Kota Medan telah melakukan pembahasan terhadap masalah ini, namun terkendala terhadap penjualan minuman tradisional jenis tuak.
“Bahkan waktu itu dewan telah mengadakan studi banding ke Bali terkait minuman tradisional yang mengandung alkohol, dan di Bali minuman seperti ini kemasannya telah diregister dan penjualannya tidak secara sembarangan. Namun, bila diterapkan di Medan dikuatirkan akan terjadi konflik kepentingan, disini yang agak krusial,” ungkapnya.
Karenanya, bila telah disahkan sebagai perda pengawasan minuman beralkohol, Ikrimah mengharapkan Pemko Medan melakukan sosialisasi yang tepat terhadap masyarakat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. (Net)

Close Ads X
Close Ads X