Petani Boros Air

Jakarta | Jurnal Asia

Jurnal Asia | Heri Chaniago BOROS AIR. Sepasang suami-istri sedang mengolah areal pertaniannya di kawasan Jalan Jamin Ginting Medan, Selasa (18/2). Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, menyatakan, petani Indonesia boros menggunakan air.
Jurnal Asia | Heri Chaniago
BOROS AIR. Sepasang suami-istri sedang mengolah areal pertaniannya di kawasan Jalan Jamin Ginting Medan, Selasa (18/2). Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, menyatakan, petani Indonesia boros menggunakan air.

Setiap tahun, sebesar 80% dari total produksi air di Indonesia yakni setara 3,9 triliun meter kubik, digunakan untuk sektor pertanian. Ironisnya, para petani Indonesia boros menggunakan air.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Rusman Heriawan, menyatakan, salah satu penyebab banyaknya kebutuhan air di sektor pertanian adalah sikap boros dari para petani karena belum punya gerakan nasional untuk menghemat air. “Kebutuhan air di sektor pertanian cukup besar dan paling besar setelah konsumsi rumah tangga. Petani harus berhemat menggunakan air,” paparnya di Jakarta, Selasa (18/2).
Ia memerkirakan, penggunaan air di sektor pertanian yang cukup besar akibat masih dianggap barang bebas diperoleh secara mudah tanpa mengeluarkan biaya. Padahal di Amerika Serikat (AS), petani harus mengeluarkan uang pribadi untuk membeli air agar bisa mengairi lahan pertaniannya. “Di Amerika Serikat, manajemen air sudah dipegang oleh swasta, petani saja suruh bayar untuk mendapatkan air. Kalau kita masih free, dan air ini masih dianggap barang publik yang bebas, sehingga tingkah kita semena-mena. Harus kita ubah sikap untuk menghemat air,” imbaunya.
Sebelumnya, Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PU, Arie Setiadi, mengklaim, Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara penghasil volume sumber daya air terbesar di dunia dengan memproduksi sebanyak 3,9 triliun meter kubik air per tahun. Kendati demikian, distribusi air dalam negeri belum merata, sehingga kerap memicu masalah. “Kita punya problem spasial dan temporal. Contoh di Jawa hanya punya air empat persen dari potensial air di Indonesia. Jumlah penduduk 57 persen dan ini menjadi problem sendiri. Kita punya potensi air paling besar di Papua tetapi yang tinggal di sana sedikit dan infrastrukturnya sedikit,” tuturnya.
Berdasarkan data pihak Kementerian PU, kata Arie, Pulau Papua setiap tahun memproduksi 1,062 triliun meter kubik air, Pulau Jawa 164 miliar meter kubik air, Pulau Sumatera 840 miliar meter kubik air, Pulau Kalimantan 1,3 triliun meter kubik air, Pulau Sulawesi 299,2 miliar meter kubik air, Maluku 176,7 miliar meter kubik air, dan Bali-Nusa Tenggara 49,6 miliar meter kubik air. “Ini tantangan spasial dan mengembangkan Papua ini dan infrastruktur harus baik ke sana dan jangka panjang. Pembangunan di sana akan mengurangi beban di Jawa dan distribusi penduduk,” sebutnya.
Tak hanya itu, Arie mengemukakan, masalah lainnya adalah ketiadaan waduk yang memadai untuk menampung air saat musim hujan. Untuk itu, pembangunan waduk sangat mendesak dilakukan agar dapat menyimpan air dan menggunakannya secara berkelanjutan.
“Kita punya air banyak sekali di musim hujan. Artinya kita harus bangun tampungan air. Sekarang kita hanya punya cadangan air 60 meter kubik per kapita per tahun. Idealnya 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Dari kita, targetnya 200 meter kubik per kapita per tahun,” ungkap Arie. (Dtf/Okz)

Close Ads X
Close Ads X