Gula Nasional Sulit Bersaing

Yogyakarta | Jurnal Asia
Industri gula nasional saat ini sulit untuk bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, khususnya dengan Thailand yang kini menjadi salah satu eksporter gula dunia. Apalagi saat ini Indonesia masih menjadi importer.“Indonesia masih tertinggal jauh dari Thailand,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indo nesia (Ikagi) Subiyono di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta. Di sela seminar “Penguatan Posisi Bisnis dan Kemitraan Pabrik Gula Menuju Industri Berbasis Tebu”, Subiyono mengatakan Thailand mampu memproduksi gula 10,61 juta ton per tahun, sedangkan Indonesia hanya mampu memproduksi 2,55 juta ton per tahun. “Thailand mampu mengekspor gula ke berbagai negara sebanyak delapan juta ton per tahun, yang 30 persen di antaranya diekspor ke Indonesia,” katanya. Menurut dia, selama ini konsumsi gula di Indonesia sekitar tiga juta ton per tahun, sedangkan produksi gula nasional hanya berkisar 2,5-2,7 juta ton per tahun sehingga masih mengimpor 300-500 ribu ton. “Padahal, jumlah pabrik gula Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan pabrik gula Thailand. Indonesia memiliki 62 pabrik gula, sedangkan Thailand hanya memiliki 50 pabrik gula,” katanya. Ia mengatakan 50 pabrik gula di Thailand tersebut memiliki kapasitas 940.000 TCD (ton tebu per hari), sedangkan Indonesia yang memiliki 62 pabrik gula, hanya sekitar 205.000 TCD. Rendemen di Thailand mencapai 11,82 persen, sedangkan Indonesia hanya 7,18 persen. “Lahan tanaman tebu Indonesia juga kalah luas dibandingkan dengan Thailand. Thailand memiliki luas lahan tanaman tebu 1,35 juta hektare, sedangkan Indonesia hanya memiliki luas lahan 469 ribu hektare dan kebanyakan di Pulau Jawa,” katanya. Menurut dia, jika hal itu tidak segera diatasi maka Indonesia tetap akan menjadi importer gula terbesar ketiga dunia seperti yang sudah berlangsung sejak beberapa dekade terakhir. “Strategi terpadu untuk mengatasi persoalan tersebut antara lain efisiensi, optimalisasi, dan diversifikasi. Ketiga strategi tersebut harus dipandang sebgaia suatau rangkaian yang terpadu,” katanya. Ia mengatakan untuk bisa menjalankan diversifikasi maka efisiensi dan optimalisasi giling mutlak harus tercapai terlebih dahulu. “Contohnya, kelayakan proyek ethanol, apalagi cogeneration, akan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan menghasilkan kelebihan ampas, sedangkan kelebihan ampas merupakan hasil dari upaya efisiensi dan optimalisasi,” katanya. (Ant)

Close Ads X
Close Ads X