REI Tolak Rencana Akuisisi BTN Perumahan Bagi MBR Macet

Jakarta | Jurnal Asia
Para pengembang properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI), meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana akuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk oleh PT Bank Mandiri Tbk. Organisasi ini menyakini, akuisisi Bank Tabungan Negara oleh Bank Mandiri akan membuat program Pemerintah soal Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, semakin tidak berjalan. Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy, Selasa 22 April 2014 mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan kembali rencana tersebut, mengingat BTN saat ini merupakan satu-satunya bank yang fokus bisnisnya jelas. Yakni, membiayai perumahan, khususnya perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Prinsipnya, REI keberatan dan menolak akuisisi BTN dengan bank mana pun,” tegas Eddy Hussy, dalam keterangan tertulisnya. BTN, kata Eddy, memiliki sejarah panjang dan sudah terbukti berkomitmen fokus membiayai perumahan. Waktu krisis, BTN tetap menyalurkan kredit dan terbukti tahan banting, karena agunannya tidak susut. Berbeda dengan bank lain yang fokusnya berbeda. REI, lanjutnya, menilai akuisisi BTN merupakan langkah mundur negara dalam menyediakan kredit pemilikan rumah (KPR) bagi seluruh lapisan masyarakat. “Negara justru membutuhkan banyak bank yang fokus dalam penyaluran KPR, bukan justru mengamputasi bank fokus yang sudah ada. Sebab, jika akuisisi terjadi tidak ada jaminan misi pembiayaan perumahan rakyat akan tetap berjalan,” tukasnya. “Belajar dari pengalaman beberapa bank yang diakuisisi, perannya berangsur-angsur hilang. Anak usaha pasti harus mengikuti maunya perusahaan induk. REI khawatir hal tersebut juga akan terjadi dengan BTN,” ujarnya. Eddy menegaskan, REI mendukung pemerintah yang ingin membesarkan BTN, tapi tentu tidak mesti dengan langkah akuisisi. Apalagi, oleh bank lain yang misinya jelas berbeda dengan yang saat ini sedang dijalankan BTN. Rencana pemerintah melakukan pemupukan dana, kata dia, melalui tabungan perumahan (Tapera) juga akan mampu mengatasi, sekaligus bisa membesarkan BTN jika peran tersebut diberikan. “RUU Tapera sedang digodok pemerintah bersama DPR. Fokus ke sana dulu, jika sudah diundangkan dan operasional, akan sangat membantu pembiayaan perumahan,” ujar Eddy. Sebetulnya, lanjut Eddy, dari sisi pengembang, pembiayaan dengan bank mana pun tidak dipersoalkan. Tetapi, infrastruktur pendukung dan sumber daya manusia di BTN sudah mengerti karakter bisnis yang dijalankan pengembang,khususnya pengembang kecil yang sebagian besar berada di daerah.“Hubungan pengembang di daerah dengan BTN sangat baik dan profesional. Isu (akuisisi) ini jelas membuat mereka resah, karena BTN selama ini membiayai perumahan di semua kelas, mulai dari rumah sederhana sampai mewah,” tutur Eddy. Butuh Kajian Mendalam Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, akuisisi BTN ke Mandiri akan berdampak positif bagi para karyawan BTN itu sendiri. Hasil positif itu terlihat dari kesejahteraan pegawai. “Saya melihat potensi akuisisi sebetulnya sangat bagus, saya sudah melihat itu waktu dulu BNI juga ingin mengakuisisi BTN,” kata Sigit di Jakarta, Selasa (22/4). Sigit menjelaskan, kultur bisnis kedua perusahaan Pelat Merah ini memang sangat berbeda. Namun, jika kedua perusahaan BUMN ini digabungkan tidak akan terjadi suatu masalah yang mengkhawatirkan. Sebab, Mandiri merupakan hasil cipta dari beberapa gabungan bank. Meski demikian, akuisisi BTN ke Mandiri merupakan suatu kewenangan pemegang saham. Saat ini, pemegang saham memiliki kendali keputusan tersebut. “Hak itu perlu dihormati, namun akuisisi perlu kajian lebih mendalam, apa dampaknya dan harus bermanfaat,” tambah dia. Sigit mengungkapkan, wajar jika rencana akuisisi ini banyak diperbincangkan dan diperdebatkan oleh beberapa kalangan, baik pro dan kontra dari rencana tersebut, sebab kedua perbankan pelat merah tersebut memiliki kelebihan masing-masing. “Jadi jika BTN diakuisisi saya rasa baik juga untuk BTN dalam kemampuan untuk menambah modalnya, karena menambah modal BTN dari APBN sudah sangat sulit sekali sekarang. Apa lagi loan deposit ratio (LDR) BTN sudah tinggi,” tukas dia. (art)

Close Ads X
Close Ads X