Kicauannya Bikin Jatuh Cinta

121021_FTKONTES-BURUNG-BERKICAU-UB2_PAW burung1 kicau_burung Komunitas Pecinta Burung 1 lomba-burung para-pecinta-burung-tampak-meramaikan-suasana-minggu
Namun untuk di Medan, para penikmat suara nyaring punya agenda tetap. Wajib ngumpul sekali seminggu membawa burung masing-masing. Mereka berkumpul setiap Kamis di basecamp Kicau Mania Ramos Community di Perumahan Dologsu di Jalan Ramos No 26, Medan Helvetia. Anggotanya ada 25 orang dengan jenis burung murai, kenari, kacer, lebet, love bird dan kapas lebak. “Kita memilih Kamis karena Jumat waktu ibadah, Sabtu dan Minggu banyak perlombaan. Kamis sore, pulang dari aktivitas keseharian, kita ngumpul-ngumpul ,” ujar M Sofian Pohan SE, pemilik rumah sekaligus sekretariat.
Pria yang didunia burung berkicau dikenal dengan nama Wak Ndok ini memaparkan, komunitas ini menekankan hubungan kekeluargaan. “Daripada keluyuran enggak jelas, lebih baik menyalurkan hobi. Kami  juga antinarkoba,” tegas Wak Ndok.
Di halaman rumah Wak Ndok yang lumayan luas, terdapat gantang dari  rangka tenda, tempat sangkar burung dipajang saat latihan. Di sisi lain halaman, tersedia tempat latihan lain. Tak jarang, anggota KMRC merawat burungnya di sekretariat ini.
Selain latihan dan sharing, sering  berlangsung transksi. “Transaksi burung, sangkar dan lainnya,” ujar Wak Ndok.
Komunitas ini terbentuk awal Agustus tahun 2012. Memanfaatkan momen 17 Agustus, Wak Ndok, Bogel, Budi Medan, Aidil Azqar WalladAidil Azqar Wallad, Firman Aldie dan pecinta burung berkicau lain sepakat rutin berkumpul dan latihan. Rumah di Wak Ndok pun dipilih menjadi basecamp. Perlahan namun pasti, jumlah anggota terus bertambah. “Rumah saya terbuka 24 jam bagi pecinta burung yang ingin berkumpul dan berdiskusi,” sebut Wak Ndok. Tidak dimarahi istri? “Ha ha ha ha… Istri mendukung kok,” ujar Wak Ndok yang punya istri dokter spesialis mata itu.
Bicara target, komunitas ini belum mau berkomentar terlalu jauh. “Target kita tidak muluk-muluk, cukup menyalurkan hobi bersama rekan-rekan pecinta burung berkicau,” ujar Aidil Azqar Wallad yang diamini anggota lainnya.
Menurut Aidil, komunitas burung berkicau di Sumut berpotensi besar untuk lebih berprestasi di tingkat nasional. Apalagi, beberapa burung berkicau yang khas berasal dari daerah ini. “Maskot Sumut itu murai batu. Karena asalnya dari sini, orang Sumut bilang murai Medan,” jelas Aidil.

Murai Burung Pintar
Burung murai tergolong burung pintar. Mereka bisa menirukan suara burung lain yang disebut masteran. Burung petarung umumnya dilatih bersama burung master (masteran) yang diplih karena punya speed lebih cepat, suara nyaring dan kuat seperti burung gereja atau love bird.
Dalam perlombaan, faktor yang dinilai antara lain volume suara, irama lagu dan penampilan fisik. Menurut Budi Medan, wasit professional lomba burung kicau, burung dengan kicau mengayun selalu favorit menjadi pemenanglomba.
“Yang utama kita nilai suara burung yang nyaring, lantang dan mengayun. Ngefly lah istilahnya,” ujar pria yang beberapa kali menjadi juri di berbagai lomba di tingkat regional dan nasional ini.
Bila ditemukan kualitas yang setara antara beberapa burung, penilaian berkembang pada penampilan (style) dan postur tubuh. Di sesi inilah kemampuan seorang juri lomba dibutuhkan. Maklum, di arena aka nada burung maksimal 63 ekor. Dalam penilaian selama 30 menit, juri harus mampu segera menentukan dengan tepat burung yang memiliki kualitas suara terbaik di awal, peertengahan dan akhir kicauan.
Harus Rajin Merawat
Merawat murai batu petarung tak ubahnya seperti merawat petinju atau atlet lain. Agar kondisi burung tetap prima, butuh kecermatan memilih pakan, ketelatenan dan ketelitian perlakuan. Burung sehat akan terlihat lincah dan rajin bergerak. “Sama seperti atlet, kalau kegemukan akan malas bergerak dan berkicau, bahkan cenderung birahi,” papar Aidil Azqar Wallad, penasihat Kicau Mania Ramos Community.
Rutinitas harian yang sebaiknya dilakukan sejak pagi hari seperti mandi dan berjemur dan berolahraga dalam sangkar khusus. Setelah itu, burung diberi makan. Menunya terdiri dari jangkrik, ulat, telur semut dan pur, disesuaikan dengan kondisi burung. Kebanyakan pemilik burung melakukan ritual ini dua kali sehari, pagi dan sore dengan waktu 1-2 jam per ekor, setiap fase. “Kalau burungnya sampai 5 ekor, yah bisa setengah harian lah,” ujar pria yang rambutnya mulai memutih ini.
Banyak pemilik burung tak sempat merawat peliharaan mereka dan menyerahkannya kepada jockey yang menangungjawabi burung sehari-hari. “Kalau biaya perawatannya, lumayan lah. Untuk pakan dan obat-obatan sekitar enamratus ribu sehari. Untuk burung prestasi, biayanya pasti membengkak.” Tak hanya soal pakan. Tenaga pemelihara burung atau jockey termasuk mahal. Itu karena mereka yang tahu perkembangan burung. “Nominalnya, tergantung kesepakatan dengan pemilik burung,” sebut pecinta burung yang juga wartawan BnR, tabloid khusus mengulas burung.
Di tangan jockey, kebugaran burung petarung dipertaruhkan. Merekalah yang mengetahui apakah burung yang memiliki usia sekitar 20 tahun ini pantas diturunkan di arena lomba atau apakah lawan yang dihadapi sepadan atau tidak. “Mereka merangkap pemberi advis kepada pemilik burung. Jocky itu penentu, karena keahlian itulah mereka dibayar mahal.”
Jockey juga bertanggung jawab mengembalikan kondisi burung yang stress dan membantu mood burung.
(int)

Close Ads X
Close Ads X