Backpacker merupakan cara berwisata yang murah meriah sekaligus menantang. Dengan budget terukur sekaligus terbatas para pengelana ini tetap bisa menikmati keindahan alam dan bersenang-senang.
SUDAH pasti perjalanan gaya backpacker mengandalkan anggaran yang serba minim. Menariknya adalah dengan anggaran yang minim itu, justru mencari lokasi yang sama sekali belum disentuh oleh wisatawan lain.
Seperti ada kebanggaan tersendiri menjadi penemu objek wisata baru. Selanjutnya orang lain akan mengikutinya seperti yang dilakukannya. Sebut saja Mulkan. Backpacker yang tergabung dalam Komunitas Backpacker Medan ini mengatakan, dibentuknya komunitas setidaknya untuk saling berbagi informasi lokasi terbaru yang sama sekali belum pernah disentuh oleh orang lain.
“Di komunitas ini anggotanya sudah mencapai ribuan orang. Kami berkumpul agar ada wadah untuk saling berbagi informasi dari suatu tempat ke tempat lain. Termasuk juga menginformasikan berapa biaya yang harus dibawa,” kata Raja.
Untuk melakukan perjalanan bersma-sama,sebut Raja, memang sangat sulit. Sebab anggota yang tergabung dari berbagai kalangan profesi.
“Pergi bareng itu susah. Makanya, biasanya masing-masing anggota hanya memberikan info pengalamannya. Kadang kami juga meng-create perjalanan bersama bagi anggota yang memiliki waktu luang untuk melakukan perjalanan,” terangnya.
Backpacker lainnya, Sarah yang sudah berkeliling ke beberapa negara berkeinginan suatu saat bisa mengunjungi luar negeri. Seperti Australia misalnya, lokasi yang menyenangkan.
Saya saja ingin ke Australia, negeri Kangguru,” kata Sarah.
Sementara itu, Pengamat ekonomi asal Universitas Negeri Medan (Unimed), M Ishak menyebut dari perspektif ekonomi,backpacker bukan berarti tidak memiliki uang untuk membayar jasa. Namun, lebih memanfaatkan sumber daya ekonomi masyarakat di daerah tersebut.
“Di negara-negara luar juga seperti itu. Mereka tidak diharapkan untuk membayar jasa. Ini namanya sosial kapital. Artinya, mereka yang melakukan perjalanan bukan karena tidak ada uang, namun memanfaatkan sumber daya ekonomi masyarakatnya,” katanya.
Konsep sosial kapital ini sangat bagus dikembangkan di negara manapun, termasuk di Indonesia. Dengan begitu, wisatawan yang datang tidak lagi dibebani dengan membayar jasa apapun saat wisatawan meminta bantuan masyarakatnya.
“Di Indonesia, pola seperti ini sangat potensial. Kalau masyarakat Indonesia tidak mengharapkan bayaran dari jasa yang diberikan, itu sangat bagus. Karena bantuan itu tidak hanya bersifat materi, tapi juga bantuan sosial,” tukasnya.
Minim Dana
Tunjuk jari jika kamu ingin jalan-jalan ke luar negeri tanpa ongkos! Ngimpi kaliii.. Ya, itu memang impian belaka, sampai kamu ketemu komunitas satu ini: Komunitas Backpacker Dunia.
Singkirkan pikiran bahwa ke luar negeri itu mahal! Banyak orang Indonesia punya impian jalan-jalan ke luar negeri, tapi sering berpikir , “Ah, tidak mungkin, kan bayarnya mahal” atau “Yah, kudu nabung dulu lah yang banyak.” Itu kalau kita pakai jasa tour / travel agent, jadi secara keseluruhan pasti lebih mahal. Banyak orang Eropa yang berani menjelajahi pelosok Indonesia dengan hanya berbekal sedikit uang dan membawa tas punggung (backpack). Lalu kenapa orang Indonesia tidak? Nah, itu karena belum tahu triknya!
Mendengarkan sesi berbagi pengalaman oleh Elok dan Nancy, tentang pengalaman ber-backpacking di berbagai penjuru dunia seakan membakar semangat untuk jalan-jalan. Jalan-jalan ke Eropa pun bisa jadi murah atau gratis! Tapi kita tidak akan tinggal di hotel tapi tempat orang Eropa yang mengundang kita. Sehingga mereka yang menanggung sebagian besar atau bahkan semua biayanya.
Bepergian dengan mengatur sendiri perjalanannya, dengan lebih murah bahkan gratis. Dengan mengatur sendiri, kita bisa mengunjungi sebanyak-banyaknya tempat menarik di negara tersebut dengan biaya yang seminimal mungkin dan kalau memungkinkan gratis (dengan adanya sponsor tentunya).
Dengan bergabung dalam komunitas Backpacker Dunia, kita bisa tinggal dengan orang Eropa (di rumah-rumah mereka, bukan di hotel berbintang 5 ya!) yang mengundang kita untuk tinggal di rumahnya (karena mereka adalah bagian komunitas ini juga). Jika tidak diundang ke rumah, kita masih bisa manfaatkan jasa hostel yang notabene lebih terjangkau, tapi satu kamar dihuni 8-10 orang (never mind the privacy). Makanan disediakan, akomodasi ditanggung (tergantung kebijakan si pengundang/ host atau sponsor).
Ada juga komunitas (jaringan silaturahmi) para pelancong yang bernama CouchSurfing.org. Mereka mengijinkan tempat tinggalnya untuk menjadi tempat tinggal para pelancong dan menemani mereka berkeliling. Bahkan Nancy dan temannya bercerita pernah dijemput dengan menggunakan mobil Porsche dan Limousine.
Dicontohkan, jika saya ingin jalan ke India, tanggal X hingga Y. Saya bisa mendapatkan teman perjalanan yang juga ingin menjelajahi India kemudian menyusun rencana perjalanan atau itinerary-nya. (net)