Menggiatkan Olahraga Kenchi di Kalangan Muda-mudi

foto kaki kenci2
Bagi orang biasa, olahraga Kenchi mungkin masih sangat awam. Apalagi permainan yang biasa dilakukan secara orang per orang atau grup tersebut bukanlah olahraga ekslusif. Namun jangan salah, kelompok penggemar Kenchi di Medan ternyata sudah mencapai puluhan orang. Bahkan di kalangan etnis Tionghoa, muda-mudinya pun kepincut dengan olahraga tersebut.
Penjelasan tersebut dikemukakan Ketua Umum Thamrin Kenchi Club Dharma Sakti, didampingi Wakil Ketua Umum Edi Putra menjawab Jurnal Asia di sela-sela latihan kenchi, Minggu pagi (14/9).
“Saat ini di Thamrin Kenchi Club tercatat 50 muda-mudi yang tergabung,”jelas Dharma.
Jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah. Apalagi cabang olahraga kenchi, bukanlah cabang olahraga yang eksklusif.
“Kami senantiasa membuka diri untuk menerima keanggotaan baru. Tidak hanya dari kalangan Tionghoa, melainkan terbuka untuk semua kalangan yang bersungguh-sungguh untuk menggeluti olahraga kenchi tanpa membeda-bedakan suku, agama, maupun ras,” ungkap Dharma.
Untuk mempersiapkan bibit-bibit pesepak kenchi yang berbakat, dikatakan Dharma pihaknya selalu menerapkan pola latihan rutin setiap pagi. Terkecuali pada hari-hari libur dalam kalender nasional. Selain latihan rutin pagi, latihan juga digelar pada sore maupun malam hari. Alasan latihan pada sore dan malam hari, dijelaskan Dharma, dikarenakan kebanyakan pada pagi hari pelajar bersekolah.
“Kalau hari minggu biasanya baru kelihatan ramai muda-mudi yang umumnya masih pelajar, karena pada hari biasa mereka biasanya tidak sempat, lantaran harus masuk sekolah,”terang Dharma.
Di Medan saat sekarang ini, terdapat 8 klub sepak kenchi. Thamrin Kenchi Club yang sudah berdiri belasan tahun silam, dikatakan Dharma kerap menorehkan ragam prestasi, termasuk menjuarai turnamen sepak kenci pada media 2014 lalu.
“Dari muda-muda kita untuk muda-mudi berhasil menyabet juara I dan II,” tandasnya.
Sejak Masa Dinasti Han
Sementara itu, aturan main (rule of game) salah satu cabang olahraga yang bisa dipertandingkan secara perseorangan (one by one) maupun berkelompok (maksimal tiga pemain-red), mulai ada sejak masa Dinasti Han pada 500 Tahun SM. Mantan Ketua Umum Kenchi Club Medan Farida Liw didampingi Public Relation Wirawan Hardi, yang juga berada di sela-sela latihan kenchi tersebut mengisahkan, mula dikenal permainan yang menggunakan ketangkasan kaki tersebut dari Kuil Shaolin.
“Ketika itu peperangan masih sangat sering terjadi di daratan Tiongkok. Para prajurit yang sedang mengaso (istirahat) saat itu, sangat sering memanfaatkan momen dengan menempelkan anak-anak panah, yang sudah tidak terpakai ke lempengan besi. Dari anak panah yang ditempelkan ke lempengan besi itulah menjadi sebuah permainan dengan menggunakan kaki,” urai Farida Liw.
Para pengurus kuil Shaolin yang kerap menyaksikan laku para prajurit tersebut, lantas tergerak hati untuk mempertandingkannya melalui serangkaian festival. Selanjutnya festival-festival yang kerap diadakan pada waktu itu,
sehingga daerah yang awalnya sering berperang, tergerak untuk melupakan pertikaian.
“Kenchi ternyata sangat efektif waktu itu menciptakan perdamaian, sehingga sejumlah kaisar secara turun-temurun hingga Song dan Tang teramat menggemari sepak kenchi. Bahkan kaisar tak segan-segan menampilkan sejumlah aksi akrobat kemahirannya dalam memainkan kenchi,”jelas Farida Liw.
Kenchi yang pada awalnya menggunakan anak panah yang ditempelkan ke lempengan besi, saat sekarang ini sudah dimodikasi dengan bantalan yang lunak. Pada bantalan maupun lempengennya yang terbuat dari sintesis, dicantolkanlah bulu itik maupun bulu angsa yang pola permainannya digelar di lapangan seukuran lapangan tenis.

Close Ads X
Close Ads X