Ribuan Triliun Bisnis Migas Diincar Mafia

Jakarta | Jurnal Asia
Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng mengungkapkan besarnya potensi bisnis minyak dan gas (migas) dari sisi hulu yang menjadi sasaran empuk para mafia migas di Indonesia. Secara total diperkirakan potensi bisnis itu sekitar Rp2.700-3.000 triliun. Dalam diskusi bertajuk “Membaca Arah Kebijakan Energi Jokowi-JK,” Minggu 14 September 2014, dia mengatakan, mafia migas tidak pandang bulu dalam menentukan targetnya. Sejak liberalisasi industri migas diberlakukan pada 2001, bisnis migas dari hulu sampai hilir tidak lolos dari praktik mafia migas.
“Tandanya mudah, setiap kontrak eksplorasi migas habis, banyak pihak ribut dan angkat bicara,” ujarnya.
Daeng memaparkan, potensi uang yang dihasilkan dari sisi hulu yang menjadi incaran mafia migas, antara lain, penerimaan negara dari sisi produksi minyak sebesar Rp300-400 triliun, dan pendapatan PT Pertamina per tahun sebesar Rp900 triliun.
Kemudian, nilai cost recovery yang ditetapkan pemerintah sebesar US$16,5 miliar atau setara Rp195,6 triliun, dan ekspor minyak yang dilakukan pemerintah sebesar Rp207 triliun. Selain itu, ada impor minyak sebesar Rp290 triliun.
“Kemudian, produksi gas, ekspor impor gas, semua transaksi yang nilainya di atas Rp200 triliun,” ungkapnya.
Dengan potensi sebesar itu, dia berpendapat, tidak heran bisnis migas selalu dikelilingi oleh mafia. “Kami bicara bisnis besar, semakin liberal, semakin banyak mafia yang bermain,” tambahnya.
Pemerintah “Loyo”
Menurut Daeng, pada masa Orde Baru, mafia migas dikendalikan oleh pemerintah. Kondisi saat ini terbalik, pemerintah “loyo” menghadapi pergerakan mafia migas.
Karena itu, menurut dia, sistem yang dibangun untuk mengatur sektor ini harus diperketat. Untuk itu, diharapkan tidak ada lagi ruang sepak terjang oknum yang menggerogoti kekayaan migas Indonesia.
Pembentukan satgas pemberantasan mafia migas yang diinisiasi Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) pun, menurut Daeng, tidak akan berpengaruh, apabila sistem yang digunakan tidak kuat.
“Menurut saya, satu jalan keluarnya, di atas satgas itu harus melakukan pendekatan sistemik. Kalau cuma satgas, hanya mengganti mafia lama ke baru, kalau dengan sistem yang kuat, negara yang mengendalikannya,” tegasnya. (vv)

Close Ads X
Close Ads X