Tikus Dibawa Unjuk Rasa Tolak RUU Pilkada, Anggota Dewan TSK Kuatkan Alasan

Medan | Jurnal Asia
Puluhan massa dari berbagai organisasi dan elemen mengatasnamakan rakyat Sumut mendatangi DPRDSU, Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (17/9). Kehadiran demonstran tersebut dalam rangka menolak RUU Pilkada, yang rencananya akan diparipurnakan 25 Septrember 2014 oleh DPR RI.
Aksi di gedung dewan ini dengan membawa berbagai poster dan spanduk, serta meneriakkan yel-yel penolakan terhadap RUU Pilkada yang nantinya akan mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD. Bahkan ada membawa beberapa ekor tikus sebagai perlambang masih banyaknya “tikus-tikus” di kantor pemerintahan, yang mengerat dan menggerogoti keuangan negara.
Dalam pernyataan sikapnya pengunjukrasa menyatakan memilih pemimpin adalah hak konstitusional rakyat yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara. Jika RUU Pilkada merenggut hal tersebut, berarti negara telah merampas dan merusak prinsip daulat rakyat sesungguhnya.
(Bersambung ke halaman 11)
“Rakyat harus menentukan sendiri pemimpinnya karena itulah hakikat dari demokrasi substansial,” teriak para pengunjukrasa.
Para demonstran juga menekankan mekanisme pemilihan langsung (presiden/wakil presiden, kepala daerah/wakil kepala daerah, anggota legislatif) merupakan esensi partisipasi politik karena memberikan ruang yang luas bagi lahirnya pemimpin-pemimpn baru pilihan rakyat.
Karenanya, DPR dan pemerintah harus membuka lagi semua data perjalanan pemilihan kepada daerah secara langsung yang terbukti 99% pilkada langsung berjalan damai.
“Proses pemilihan kepala daerah secara langsung mendekatkan rakyat dengan calon pemimpinnya melalui penyelenggaraan tahapan pemilihan umum yang bebas, jujur, dan adil,” sebut mereka.
Unjuk rasa mengenai penolakan terhadap RUU Pilkada ini berjalan tertib dan diterima Wakil Ketua Sementara DPRD Sumut Budiman Nadapdap dan Ketua Fraksi Gerindra Yantoni Purba.
Kepada para pengunjuk rasa, kedua anggota DPRD Sumut yang baru saja diambil sumpah dan janjinya mengatakan aspirasi yang disampaikan akan ditampung dan diproses sesuai mekanisme.
Organisasi dan elemen yang berunjukrasa menolak RUU Pilkada tersebut antara lain Musyawarah Relawan Sumatera Utara, Laskar Rakyat Jokowi, SBSI, GAMKI, HMI Cabang Deliserdang, dan GMNI Cabang Medan.
Anggota Dewan Tersangka, Kuatkan Pembatalan RUU Pilkada
Pengamat sosial dan politik, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Arifin Saleh Siregar mengatakan, status tersangka yang disandang oleh sejumlah calon legislatif (caleg) terpilih saat dilantik menjadi anggota dewan di DPRD Sumut, akan berimbas pada tuntutan penolakan RUU Pilkada ditengah masyarakat.
Status tersangka yang mereka sandang, akan menambah hilangnya kepercayaan dari rakyat mengenai kredibilitas anggota dewan se Indonesia untuk memilih langsung kepala daerah sebagaimana yang dibahas dalam RUU Pilkada.
“Jadi kalau mereka yang memilih bupati/walikota, kita khawatir nanti yang mereka pilih justru lebih buruk,” katanya, Rabu (17/9).
Ia mengatakan, penolakan terhadap RUU Pilkada dimana pemilihan kepala daerah dikembalikan ke dewan, sudah muncul sejak pertama kali digaungkan. Penolakan ini ditandai dengan aksi unjuk rasa yang menolak hal tersebut karena dinilai sebagai kemunduran sistem demokrasi.
Kasus yang terjadi di DPRD Sumatera Utara menurutnya akan semakin menguatkan penolakan dari masyarakat terhadap RUU tersebut.
“Masyarakat semakin tidak percaya kepada dewan, nah mana mungkin mereka mempercayakan kepala daerah mereka dipilih oleh lembaga yang tidak mereka percaya. Jadi RUU itu sudah tidak realistis,” ungkapnya.
Diketahui, 3 orang anggota DPRD Sumut yang baru (Hartoyo/demokrat, Eveready/gerindra dan Zulkifli Effendi Siregar/Hanura) saat ini berstatus tersangka karena tersandung pelanggaran hukum seperti kasus penggelapan dan penipuan, serta kasus korupsi.
Disisi lain, pembahasan RUU Pilkada terus mengemuka untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada anggota dewan. (mag-1/isvan)

Close Ads X
Close Ads X