Rupiah Terpuruk di Level Rp12.000

Medan | Jurnal Asia
Kebijakan Bank Sentral AS yang mempertahankan besaran suku bunganya di level 0,25 persen serta memberikan indikasi penghentian stimulus di bulan depan sedikit memberikan ruang bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menguat tipis. Namun, kebijakan the FED tersebut berefek negatif kepada sejumlah indeks bursa di kawasan Asia. IHSG sendiri sangat potensial terkoreksi pada perdagangan siang. sejauh ini IHSG menguat 0,08 persen di level 5.192.387. Nilai tukar Rupiah terkoreksi cukup dalam menembus level psikologis 12.000.
Analis Pasar Modal, Gunawan Benjamin mengatakan, sejauh ini Rupiah bertengger dikisaran 12.000 hingga 12.025 per US Dolar. Kebijakan the FED memberikan efek negatif bagi pergerakan rupiah hari ini.
Dari pernyataan yang diutarakan, kata dia, sebenarnya Bank Sentral AS baru akan menghapus stimulus bulan Oktober mendatang. Mengenai kenaikan suku bunga cuan the FED memberikan sinyal bahwa akan melihat perkembangan ekonomi terkini AS khususnya dari sisi ketenaga kerjaan dan pencapaian inflasi.
“Sejauh ini kedua data yang mengkonfirmasi tersebut memang belum berdampak pada kemungkinan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat ini setidaknya hingga akhir tahun.
Pekan ini akan ada data terkait dengan klaim pengangguran yang diperkirakan akan mengalami penurunan dari 315.000 jiwa menjadi sekitar 311.000 jiwa,” katanya, Kamis (18/9).
Ditambahnya, data klaim pengangguran yang mengalami penurunan akan membuat tingkat pengangguran akan berangsur membaik. Di sisi lain bila laju tekanan inflasi AS telah mencapai level 2 persen, maka potensi kenaikan suku bunga acuan AS akan segera terealisasi. Sejauh ini besaran inflasi di AS masih berkutat dikisaran 1,7 persen.
“Akan tetapi pelaku pasar sangat berkeyakinan bahwa AS akan pulih dalam waktu dekat ini. Di sisi lain kebijakan suku bunga rendah oleh ECB, stimulus yang digelontorkan oleh Bank Sentral Jepang (BoJ) serta Bank Sentral Tiongkok (PBoC) membuat kinerja US Dolar terus membentuk tren naik terhadap sejumlah mata uang utama dunia,” tuturnya.
Kondisi ini yang membuat tekanan rupiah meningkat dan mengakibat Rupiah anjlok melewati 12.000 per US Dolar. Dari domestik pelaku pasar juga terus mencermati perkembangan terkini koalisi pemerintah Jokowi-JK serta formasi kebinet yang akan mengisi beberapa jabatan strategis nantinya.
Sementara itu, menurut Kepala Kantor IDX Medan, M Pintor Nasution, perkembangan pasar modal global sepekan cenderung dipengaruhi oleh pelaku pasar yang wait and see terhadap hasil rapat pimpinan The Fed.
Rapat ini membahas perekembangan pertumbuhan ekonomi AS dan kebijakan moneter yang akan di berlakukannya ke depan.
“Pergerakan nilai tukar rupiah yang di tutup melemah pada minggu kemarin dipengaruhi oleh hasil pertemuan para petinggi Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Dalam Rapat tersebut, Bank Indonesia memutuskan untuk tetap memperahankan suku bunga acuan (BI rate) di level 7,5%,” katanya.
Namun, lanjutnya, investor ingin melihat bagaimana outlook perekonomian Indonesia ke depannya yang dijelaskan Bank Indonesia meski posisi BI rate tidak berubah. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga dipengarhui oleh faktor eksternal, yakni masih kuatnya spekulasi yang beredar mengenai rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya lebih cepat dari perkiraan. (netty guslina)

Close Ads X
Close Ads X