Sambut Hari Suci Kathina 2558, Pdt Peter Lim Berikan Wejangan Dharma

poto dharma vihara borobudur
Medan | Jurnal Asia
Menyambut hari suci Kathina yang jatuh pada hari Rabu, 8 Oktober 2014, Dharmavira Lembaga Komunikasi Umat Buddha Indonesia (LKUBI), Pdt Peter Lim, MBA memberikan dhammadesana (wejangan dharma) di bhaktisala Vihara Borobudur. Kegiatan itu dihadiri ratusan muda–mudi, aktivis Buddhis dan umat Buddha,Minggu, (21/9) kemarin. Pdt Peter Lim, MBA menceritakan,ketika Sang Buddha bersemayam di Vihara Jetavanaram di Kota Savathi, yang dipersembahkan oleh Anathapindika. Waktu itu, ada para bhikkhu dari kota Patheyya yang jumlahnya 30 orang bertekad melatih diri dalam meditasi untuk membersihkan kilesa (kekotoran batin) diperbatasan hutan Patheyya dengan cara yang disebut Dhutangga Bhikkhu.
Setelah para bhikkhu mendengar bahwa Sang Buddha berada di Vihara Jetavanaram di Kota Savathi, serentak ke 30 bhikkhu tersebut meninggalkan hutan di Kota Patheyya menuju ke kota Savathi. Hal tersebut untuk menemui Sang Buddha dan ingin bervassa di Savathi bersama Sang Buddha.
Namun sayang, di tengah perjalanan sudah mulai musim hujan, hal ini berarti sudah dimulainya masa vassa, jadi terpaksa rombongan para bhikkhu tersebut menghentikan perjalanannya dan bervassa di kota Saketta. Jaraknya tinggal enam Yojana (Satu Yojana = 16 KM) dari kota Savathi.
Masa vassa sudah berakhir dan para bhikkhu sudah melaksanakan upacara Pavarana (mengakui segala kesalahan atau pelanggaran vinaya dan mohon maaf dengan kelakuan yang tidak sopan, dan bertekad agar praktek Dhamma Vinaya bisa diteruskan dengan murni).
Namun hujan masih turun terus-menerus dan jalanan masih tergenang air dan berlumpur tetapi para bhikkhu tetap meneruskan perjalanannya ke Savathi karena keinginannya untuk bertemu dengan Sang Buddha begitu besar. Para bhikkhu yang berjumlah 30 tersebut akhirnya sampai juga ke Vihara Jetavanaram.
Langsung menemui Sang Buddha dan bernamaskara, lalu duduk ditempat yang sesuai.Dengan cinta kasih dan kasih sayang, Sang Buddha kepada para bhikkhu bertanya.
“Bagaimanakah keadaanmu sehingga bisa tahan dalam perjuangan dan masih memilikikerukunan dalam Sangha serta tidak ada pertentangan satu sama lain? Dalam bervassa apakah mendapat kebahagiaan dan bagaimana tentang makan disana apakah mencukupi?”.
Para bhikkhu menjawab, “Yang Mulia Sang Baghava, kami masih bisa bertahan, hidup rukun dan bahagia dalam vassa melaksanakan dhamma vinaya dengan baik dan tidak mendapat kesulitan dengan makanan/pindapata?”. Selanjutnya Sang Buddha membabarkan Dhamma kepada para siswanya yang kemudian membawa kegembiraan dan semangat, kerukunan dalam persamuan Sangha demi mencapai kesucian.
Sang Buddha melihat para bhikkhu yang jubahnya sudah rusak berat, lalu Sang Buddha mengizinkan untuk membuat jubah baru sebagai pengganti jubah yang sudah rusak.
Setelah Sang Buddha mengizinkan untuk membuat jubah, berarti membuka kesempatan bagi umat untuk berdana kain jubah dan kebutuhan sehari – hari para bhikkhu.
“Sejak peristiwa itulah dimulainya Kathina Dana. Catatan cerita asal mula Hari Kathina yang telah diuraikan di atas diambil dari Kitab Suci Vinaya Pitaka Jilid 5, Maha Vagga, Kathina Khandhaka,” katanya.
Pdt Peter Lim, MBA yang juga Penyuluh Agama Buddha Kementrian Agama Kota Medan menambahkan, kain kathina merupakan milik Sangha, bukan milik pribadi bhikkhu masing–masing, namun diatur pembagiannya. Kalau kain tersebut tidak cukup untuk semua bhikkhu, cara membaginya adalah dengan melihat siapa yang lebih tua kebhikkhuannya dan yang paling membutuhkan.
Caranya dengan melihat berbagai faktor diantaranya, bhikkhu yang jubahnya sudah lama sekali. Kemudian, jika jumlah bhikkhunya banyak sedangkan kainnya tidak mencukupi, maka cara mengaturnya dengan melihat bhikkhu yang sudah tua dalam sila kebhikkhuannya dan jika bhikkhu yang lebih tua tersebut tidak mampu membuat atau tidak mau, dapat diberikan kepada bhikkhu yang lainnya tetapi biasanya/ kebanyakan diberikan kepada bhikkhu mahathera.
“Persembahan dana kathina tidak terbatas hanya pada kain jubah saja. Tetapi bisa berupa barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya, payung, sabun, pasta gigi, sikat gigi, jarum, benang, bowl, sandal, selimut, obat-obatan dan lain–lain. Juga tidak terkecuali uang untuk kemudahan dalam perjalanan dan untuk pembangunan vihara, ini disebut parivara kathina,” tandasnya. (netty-rel)

Close Ads X
Close Ads X