Aneh, Bank Sumut dan Mestika Bebas Tentukan Bunga, OJK: Deposito Perbankan Tidak Lagi 11 Persen

Medan | Jurnal Asia
Terhitung, sejak Rabu 1 Oktober 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan bank tidak diperbolehkan lagi memberi bunga deposito 11 persen kepada para deposan. Anehnya, ternyata kebijakan tersebut tidak berlaku terhadap Bank Sumut dan Bank Mestika, yang disebut cuma memiliki aset dibawah senilai Rp5 triliun.
Kabag Humas OJK Regional 5 Sumbagut, Anton Purba me­nga­takan, Bank Sumut dan Bank Mestika tidak terkena dampak pembatasan pemberian suku bunga tersebut. Ini dikarenakan kedua bank ini masuk ke dalam BUKU 2 yang memiliki aset di bawah Rp5 triliun sehingga tidak dibatasi pemberian suku bunga depositonya.
“Kebijakan pembatasan pemberian suku bunga ini diberlakukan khusus bagi bank yang masuk katogori BUKU 3 dan 4 yang memiliki aset di atas Rp5 triliun. Sementara Bank Sumut dan Bank Mestika hanya memiliki aset di bawah Rp5 triliun,” katanya di Medan, Selasa (30/9).
Saat ini, sambung Anton, Bank Sumut memberikan suku bunga depositonya sekitar 10 hingga 11 persen. Meskipun Bank Sumut dan Bank Mestika tidak terkena dampak kebiajakan ini, namun OJK akan terus mengawasi operasional bank tersebut.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, kebijakan tersebut dilakukan dalam meningkatkan upaya pengawasan terhadap penghimpunan dana dan likuiditas perbankan. Upaya ini ditujukan untuk mencegah dampak negatif terjadinya persaingan suku bunga dana perbankan saat ini. Pengawas bank akan mengawasi maksimum suku bunga DPK yang diberikan.
Nelson Tampubolon menjelaskan, secara umum kondisi likuiditas perbankan pada saat ini masih berada dalam kondisi yang wajar. Namun demikian, meningkatnya persaingan untuk memperoleh DPK di perbankan saat ini telah mendorong perbankan untuk memperebutkan DPK melalui persaingan pemberian suku bunga dana.
“Sesuai Statistik Perbankan Indonesia (SPI), tren suku bunga DPK perbankan hingga posisi Juli 2014 masih terus meningkat dan telah berada di atas suku bunga acuan BI (7,50 persen) dan suku bunga penjaminan LPS (7,75 persen). Suku bunga kredit juga terus meningkat sebagai dampak dari meningkatnya suku bunga DPK, yang pada gilirannya memiliki pengaruh kepada tingkat pertumbuhan kredit secara nasional,” ujarnya.

OJK menilai suku bunga dana perbankan saat ini telah di luar kewajaran. Tingginya suku bunga dana ini pada gilirannya akan berdampak pada high cost economy, perlambatan ekspansi kredit, peningkatan risiko kredit, penurunan aktivitas
perekonomian dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, sesuai hasil diskusi dan masukan bank-bank BUKU 3 dan 4 serta mengingat dampak negatif persaingan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi dan kinerja perkreditan, OJK melalui supervisory action menetapkan pemberian maksimum suku
bunga DPK yaitu memberikan suku bunga simpanan maksimum sebesar suku bunga penjaminan LPS yang saat ini sebesar 7,75 persen untuk nominal simpanan sampai dengan Rp2 miliar dengan telah memperhitungkan seluruh insentif yang diberikan
kepada nasabah penyimpan dana.
Kemudian untuk BUKU 4, maksimum suku bunga 200 bps di atas BI rate atau saat ini maksimum sebesar 9,50 persen termasuk seluruh insentif yang diberikan secara langsung kepada nasabah penyimpan dana. Sedangkan BUKU 3, maksimum suku bunga 225
bps di atas BI rate atau saat ini maksimum sebesar 9,75 persen termasuk seluruh insentif yang diberikan secara langsung kepada nasabah penyimpan dana.
Selanjutnya untuk optimalisasi penerapan suku bunga maksimum ini, maka pengawas juga akan melakukan monitoring dan supervisory action terhadap bank-bank BUKU 1dan 2 untuk turut serta mendukung penurunan suku bunga DPK. Dengan demikian, diharapkan penerapan pengawasan suku bunga maksimum ini dapat berlaku secara efektif di seluruh
industri perbankan.
Selain mengacu pada masukan bank-bank, penetapan suku bunga maksimum DPK tersebut juga mempertimbangkan opportunity cost penempatan dana nasabah pada suku bunga Surat Berharga Negara (SUN, ORI Sukuk) yang saat ini yield to maturity-nya pada kisaran 8-8,5 persen sehingga besaran maksimum suku bunga DPK tersebut tidak memicu flight to higher yield instrument.
Untuk menegakkan komitmen pelaksanaan kebijakan ini, kata Nelson, maka perbankan diharuskan mengupayakan penurunan suku bunga kredit segera setelah pengenaan pemberian maksimum suku bunga DPK tersebut dan melaporkan realisasinya kepada OJK
(Departemen Pengawasan terkait).
Kemudian, memasukkan komitmen penurunan suku bunga kredit tersebut dalam Rencana Bisnis Bank tahun 2015 yang selambat-lambatnya disampaikan pada akhir November 2014 beserta perhitungan dampaknya pada kinerja keuangan. Melakukan ekspansi kredit sesuai target-target rencana bisnis dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber dana serta mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian.
“OJK akan melakukan monitoring dan review secara berkala serta akan menerapkan supervisory action terkait konsistensi implementasinya,” pungkasnya.

-Tidak Lagi Bunga 11 Persen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan kebijakan tegas, dengan melakukan pembatasan suku bunga deposito bagi nasabah berkantong tebal di bank.
Ini dilakukan, mengingat maraknya perang bunga deposito tinggi yang dilakukan bank, bahkan mencapai 11% per tahun, atau jauh di atas rata-rata yang hanya 7-8% per tahun. Kondisi ini sudah tidak sehat bagi perbankan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, perang bunga deposito hatus segera diatasi.
Menurutnya, kondisi likuiditas perbankan Indonesia masih dalam batas wajar dan tidak mengalami kesulitan, sehingga tidak perlu ada persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK), dengan cara menawarkan bunga deposito tinggi.
“Kondisi likuditas perbankan saat ini masih dalam kondisi wajar, jangan sampai ada persepsi yang mengatakan bahwa perbankan kita kekurangan likuiditas,” ujar Nelson saat konferensi pers di Menara Radius Prawiro, Gedung BI, Thamrin, Jakarta, Selasa (30/9).
Penerapan bunga deposito tinggi, kata Nelson, akan menyebabkan biaya dana atau Cost of Fund bank menjadi tinggi. Hal ini akan berisiko terhadap penyaluran kredit dan berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
“Informasi beberapa hal yang kita lakukan berdasarkan kondisi persaingan bunga DPK di bank-bank, yang selama ini menjadi isu. OJK dan BI menilai, pemberian suku bunga dana sudah tidak wajar dan akan menyebabkan cost tinggi, perlambatan dan risko kredit, dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Untuk itu maka OJK melalui aksi supervisi akan membatasi suku bunga DPK,” jelas dia.
Nelson menambahkan, dengan pembatasan suku bunga deposito ini, diharapkan pengumpulan dana masyarakat akan tetap terjaga dengan baik dan industri perbankan menjadi lebih sehat.
“Sebenarnya tidak kesulitan likuiditas tapi perbankan ingin menjaga DPK agar tetap baik, ingin mempertahankan nasabahnya agar tidak pindah,” pungkasnya. (netty guslina/dtf)

Close Ads X
Close Ads X