IHSG dan Rupiah Perkasa | Koalisi KMP dan The Fed Tetap Ancaman

Pawai mengiring Presiden Jokowi dan wapres Jusuf Kalla
Medan | Jurnal Asia
Dilantiknya Presiden terpilih Jokowi-JK, Senin (20/10) disinyalir menjadi salah satu penyebab Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah menguat. Nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank hingga Senin sore, menguat 84 poin menjadi Rp12.025 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.109 per dolar AS. Sedangkan Indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI ditutup menguat sebesar 11,58 poin (0,23 persen) ke posisi 5.040,53. Analis Pasar Modal, Gunawan Benjamin mengatakan, momentum penguatan IHSG justru dimanfaatkan oleh sebagian pelaku pasar untuk profit taking. Alhasil, penguatan IHSG melambat menjelang sesi penutupan perdagangan sore.
“Kinerja IHSG pada perdagangan Senin disinyalir karena ada beberapa hal. Pertama, kinerja indeks bursa eksternal khususnya bursa di AS mengalami penguatan dan kemudian dilantiknya Presiden terpilih Jokowi-JK,” katanya, Senin (20/10).
Pelaku pasar, lanjutnya, masih menantikan pembentukan kabinet Jokowi-JK kedepan. Ekspektasi pelaku pasar akan kembali membaik manakala kabinet yang dibentuk sesuai dengan harapan pasar. Sayangnya, kemungkinan pembentukan kabinet jokowi-JK tersebut diperkirakan akan molor.
“Mengingat partai pengusung Jokowi-JK bukan merupakan partai yang menguasai parlemen. Sehingga ada banyak program-program Jokowi-JK yang berpotensi terbentur dengan kepentingan partai nantinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk terus membangun koalisi agar Jokowi-JK nantinya didukung oleh parlemen yang kuat,” tandasnya.
Gunawan menambahkan, dilantiknya Presiden terpilih Jokowi-JK menjadi Presiden RI periode 2014-2019 tentunya diharapkan mampu menjawab tantangan masyarakat. Kesejahteraan menjadi kunci utama untuk menjawab semua tantangan maupun masyarakat Indonesia.

“Saya melihat pasar keuangan domestik belum bisa terbebas dari belenggu uang panas milik asing. BI Rate yang sejatinya mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi lebih cenderung digunakan untuk melakukan stabilisasi akibat guncangan ekonomi makro saat ini,” tuturnya.
Kuatnya pengaruh asing pada pasar keuangan domestik, sambungnya lagi, tidak terlepas dari lemahnya struktur pertumbuhan ekonomi. Sektor riil juga masih rapuh, salah satunya terlihat dari tingginya impor membuat current account defisit sulit untuk dikendalikan. Alhasil Pendekatan moneter lebih dikedepankan dibandingkan pendekatan fiskal. Dan sayangnya memperbaiki fundamental ekonomi tersebut bukan perkara yang enteng. Apalagi memiliki masalah struktural dan keterbatasan anggaran.
Masalahnya menjadi semakin rumit manakala kita juga harus menyeimbangkan kebijakan negara lain khususnya The FED, terhadap penyelematan pasar keuangan domestik. Seyogyanya pasar keuangan didukung oleh sektor rill yang kokoh, namun sebaliknya, saat ii sektor keuangan memberikan peranan yang lebih besar terhadap pengendalian sektor rill itu sendiri.
“Dan untuk Sumut sendiri, Presiden baru harus mampu menjadikan infrastruktur sebagai tulang punggung perekonomian. Segera selesaikan pembangunan jalan Tol yang menghubungkan setiap wilayah. Revitalisasi pelabuhan kita, selesaikan malasah krisis listrik serta upayakan pembangunan industri hilir yang berkesinambungan,” ucapnya.
Dalam jangka lima tahun belum tentu cukup, namun bisa dimaksimalkan. Sumut memiliki keunggulan komparatif dan memiliki peran strategis khususnya bila dihadapkan pada persaingan terhadap Singapura ataupun Malaysia.
“Sumut saat ini tengah tertekan akibat buruknya harga komoditas yang dihasilkan di pasar internasional. PDRB tertekan, inflasi cukup tinggi, investasi melambat dan konsumsi masih menjadi motor penggerak. Padahal dengan kekayaan besar sebenarnya ekonomi Sumut bisa dioptimalkan. Dan kita harap ada rencana komperhensif dari Presiden RI yang mampu mengakomodir harapan itu semua,” katanya.
KMP dan The Fed Tetap Ancaman

Ekonom memperkirakan gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih akan dibayangi ketidakpastian situasi dari dalam maupun luar negeri, terutama persoalan politik di Tanah Air serta rencana kenaikan suku bunga AS The Federal Reserve/The Fed.
Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Anton Hendranata mengakui penguatan kurs rupiah terhadap dolar AS sejak Jumat lalu dipengaruhi dua momen besar yang terjadi di Indonesia.
“Sebenarnya ekonomi nggak bergerak kemana-mana, karena penguatan dolar AS masih tinggi. Tapi beberapa hari ini positif karena investor melihat pertemuan antara Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto,” kata dia, Jakarta, Senin (20/10).
Pertemuan Jokowi-Prabowo pada pekan lalu, sambung Anton, mampu mengerek nilai tukar rupiah. Investor, tambahnya, semakin yakin jika suhu politik di Tanah Air mulai mereda dengan kehadiran Prabowo di acara Pelantikan Jokowi-Jusuf Kalla.
“Pergerakannya pada Jumat lalu 15-20 menit itu kencang sekali sampai 100 poin. Ditambah lagi dengan kehadiran Prabowo di acara pelantikan. Jadi pasar menilai tensi politiknya menurun, lalu bergerak tapi bukan karena Jokowi Effect karena dia kan belum melakukan apa-apa,” paparnya.
Dia mengatakan, dua momen tersebut mampu membuat seluruh rakyat Indonesia maupun investor merasa nyaman. Pelantikan Presiden dan Wapres pun berjalan dengan lancar sehingga nilai tukar rupiah menguat ke level Rp 12.025 per dolar AS, dan kemudian sempat melemah lagi Rp 12.030 per dolar AS. Kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah di kisaran 12.041 pada 20 Oktober 2014 dari periode 17 Oktober 2014 di kisaran 12.222.
“Ini hanya sentimen sementara di mana pelemahan rupiah tidak bisa tertahankan lagi, karena ketidakpastian masih ada. Bisa saja ketarik lagi lantaran kenaikan interest rate dan politik,” terang Anton.
Dirinya mewaspadai hal-hal yang mungkin bisa terjadi karena kondisi politik yang belum sepenuhnya terjalin dengan baik meski Jokowi-Prabowo saling bertemu.
“Nggak bisa bilang mereka sudah baikan, namanya juga politik. Cuma buat image baik, tapi di belakang menusuk. Nggak sesederhana itu, karena Prabowo berubah drastis itu adalah mukjizat,” tandas Anton.
Hal senada dikatakan Ekonom BCA, David Sumual. Ia mengatakan, rupiah melanjutkan penguatan dari penutupan Jumat 17 Oktober 2014. Pelaku pasar merespons positif pertemuan Jokowi dengan mantan pesaingnya Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2014. Hal itu menangkal isu penjegalan pelantikan Jokowi-JK.
“Yang dilakukan Jokowi dari komunikasi politik sudah cukup baik menghilangkan kekhawatiran dan kebuntuan politik,” ujar David.
Meski rupiah menguat, David mengingatkan, ada sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi laju rupiah. Pelaku pasar menanti pengumuman kabinet Jokowi-JK dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Jokowi-JK dalam waktu dekat.
“Bila sentimen itu sesuai harapan pasar maka itu menunjukkan perkembangan positif untuk rupiah. Rupiah bisa kembali di bawah 12.000 terhadap dolar,” kata David. (netty guslina/l6)

Close Ads X
Close Ads X