Pemerintah Dorong Peran Investor Domestik

Jakarta | Jurnal Asia
Sejak 2006, pemerintah sudah menerbitan obligasi ritel (ORI) yang khusus menyasar investor domestik. Setiap tahunnya, peminat ORI semakin banyak sehingga suatu saat bisa saja menjadi salah satu andalan pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
investor domestik semakin banyak, maka pemerintah tidak perlu lagi tergantung kepada investor asing untuk membiayai defisit APBN melalui penerbitan surat utang. Saat ini, komposisi investor asing yang membeli Surat Utang Negara (SUN) masih cukup tinggi yaitu sekitar 30%.
Hari ini, pemerintah menerbitkan ORI seri ke-11 (ORI 011). Surat utang ini laku dijual dengan nilai total Rp 21,21 triliun. “Itu diminati oleh masyarakat biasa dan domestic investor. Kalau ini dikembangkan akan mengurangi dominasi asing,” kata Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan di kantornya, Senin (20/10).
menyebutkan, peranan investor domestik semakin besar di pasar obligasi. “Ini cukup membanggakan, bahwa ini murni investor domestik dan bukan institusi. Investor domestik mampu menopang kebutuhan APBN,” jelasnya.
Menurut Robert, ke depan akan semakin sulit mengandalkan investor asing sebagai pembeli surat utang pemerintah. Pasalnya, ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat (AS) akan menaikkan suku bunga. Kebijakan ini akan menyebabkan investor cenderung melepas aset-aset di negara berkembang untuk kembali berinvestasi di Negeri Paman Sam.
“Investor domestik itu kuat sebenarnya. Hal ini juga menggembirakan ketika kita akan sulit dengan pembiayaan dari asing,” papar Robert.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan Indonesia memang sangat tergantung dengan dana asing. Tahun ini, dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia sampai September mencapai US$ 14,62 miliar (Rp 175,44 triliun). Naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu US$ 401 juta (Rp 4,81 triliun).
“Indonesia adalah emerging market, negara yang butuh financing dari luar yaitu dolar. Kita tidak punya kemewahan seperti AS yang bisa cetak uang. Ketergantungan kita terhadap luar negeri itu besar, sehingga funding dari eksternal harus dipastikan tetap ada,” jelasnya beberapa waktu lalu. Isu kenaikan suku bunga di AS, tambah Mirza, menyebabkan investor asing ragu-ragu untuk masuk ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dia mengistilahkan Indonesia tersandera isu kenaikan bunga di AS.
“Negara ini dependensinya ke investor asing besar sekali. Kita tersandera tren suku bunga AS yang akan naik tapi nggak jelas kapan,” tegasnya. (dc)

Close Ads X
Close Ads X