Kerukunan di Sumut Jadi Barometer Nasional

Lapora: Rufliyandhie Rambe
Sebagai barometer nasional dalam hal kerukunan, tentu citra positif tersebut perlu terus dipertahankan. Apalagi Sumatera Utara sudah sejak lama dikenal teruji, meski identik dengan keragaman etnis maupun agama, tetap menjadikan masyarakatnya dapat hidup berdampingan.
“Situasi kondusif kehidupan beragama di Sumatera Utara ini tercermin dari ke­hangatan, komunikasi lintas agama mau­pun komunikasi lintas etnis,” begitu di­kemukakan Ketua Majelis Umat Bud­dha Mahayana Indonesia (Majubumi) Su­matera Utara Oemar Witaryo SH, saat ditemui Jurnal Asia di ruang kerjanya.
Faktor sejarah, menurut tokoh masyarakat Tionghoa yang juga menjabat Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut tersebut, turut menentukan peningkatan kesadaran metropolitan warga. Sehingga terbiasa dapat hidup berdampingan dengan perbedaan agama maupun etnis. Perbedaan itu dimaknai sebagai suatu rahmat, sehingga kerukunan dapat terjalin hakiki.
Selain itu tokoh agama dan etnis di Sumatera Utara dikatakan Wakil Ketua Perwakilan Umat Buddha (Walubi) Sumut ini, juga berperan aktif selama ini untuk saling mengingatkan kepada masyarakat berkenaan pentingnya menjaga kerukunan. Tak jarang upaya-upaya intensif para tokoh agama dengan menggelar forum silaturahmi yang bertujuan untuk saling meningkatkan pemahaman, sekaligus saling menghormati di antara sesama masyarakat.
Kearifan Lokal Jadi Pendukung
Kerukunan termanifestasi pada masyarakat Sumatera Utara, karena mendapat dukungan kearifan-kearifan lokal baik etnis asli maupun etnis pendatang. Meski tak jarang sempat terdapat kasus menimbulkan keresahan yang menjurus bibit konflik, hanya saja berkat musyawarah dan dialog, penyelesaian pun tercapai sesuai harapan. Hal ini menjadikan Sumatera Utara tetap bertahan sebagai barometer nasional dalam hal kerukunan.
Untuk lebih memantapkan kualitas kerukunan tersebut, Oemar berpendapat salah satunya dapat memilah maupun memilih dengan matang setiap statement yang akan dikedepankan. Apalagi statemen yang dapat menimbulkan multi tafsir, penting untuk dihindarkan.

-Ormas Keagamaan Terus Meningkat
Jumlah ormas keagamaan diakui Oemar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan itu kalau dikelola dengan baik, tentu akan menjelma potensi luar biasa yang dapat diandalkan untuk dapat melestarikan kerukunan di Sumatera Utara.
“Keberadaan ormas keagamaan yang terus meningkat, sehjngga dapat menampung aspirasi sekaligus memberikan pencerahan khususnya bagi para generasi muda berkenaan banyak potensi yang dapat tergali dari kerukunan,”ujar sosok yang sudah lama berkecimpung selaku advokat ini.
Saat ini dikatakan Oemar, di FKUB Sumut tercatat sebanyak 23 ormas keagamaan Buddha. Jumlah tersebut tidak menutup kemungkinan masih terus bertambah. Apalagi selama ini keberadaan ormas keagamaaan, begitu proaktif menjembatani pencapaian kerukunan hidup umat beragama.
Sumber data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2010, dengan prediksi kenaikan 1,2 % per tahun, maka diperkirakan penduduk propinsi Sumatera Utara pada 2014 ini sebanyak 13.903.596 jiwa. Komposisi keagamaan yang dianut masyarakat Sumatera Utara, yakni 2,3 4 % umat Buddha. Tercatat pada buku Panduan FKUB Sumatera Utara, Cetakan pertama Juni 2014, saat ini terdapat 337 vihara di Sumatera Utara. (*)
=====

Close Ads X
Close Ads X