Potensi Industri Kreatif Cukup Besar, Kadin Tagih Komitmen Jokowi

Jakarta | Jurnal Asia
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap Presiden Joko Widodo merea­lisasikan janjinya untuk membentuk kementerian khusus untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ekonomi Kreatif dan MICE (Meeting, Incentive Travels, Convention, Exhibition), Budyarto Linggowiyono, menyatakan bahwa komitmen Jokowi yang disampaikan di Rumah Transisi pada awal September lalu untuk membuat tiga kementerian khusus (kedaulatan pangan, ekonomi kreatif, dan maritim), layak mendapat perhatian serius.
“Informasi itu tentunya sangat membesarkan hati dan harapan para pengurus Kadin di bidang Industri Kreatif dan MICE, mengingat sektor industri kreatif memiliki potensi yang sangat besar bagi terjadinya pemerataan pertumbuhan dan meningkatkan perekonomian nasional,” ujar Budyarto.
Menurut Budyarto, ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang dapat mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur sesuai dengan visi pembangunan Indonesia hingga 2025.
Kadin mencatat, secara umum kon­tribusi industri kreatif dalam pereko­nomian Indonesia terus meningkat. Pa­da 2010, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp185 triliun. Jumlah ini terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 5 persen per tahun dalam kurun waktu 2010-2013, sehingga pada 2013 mencapai Rp215 triliun.
Pada periode 2010-2013 industri kreatif rata-rata dapat menyerap tenaga kerja sekitar 10,6 persen dari total angkatan kerja nasional. Hal ini didorong oleh pertumbuhan jumlah usaha di sektor industri kreatif pada pe­riode tersebut sebesar 1 persen, se­hingga jumlah industri kreatif pada 2013 tercatat 5,4 juta usaha yang menyerap angkatan kerja sebanyak 12 juta jiwa.
Selain itu, memberikan kontribusi terhadap devisa negara sebesar Rp119 triliun atau sebesar 5,72 persen dari total ekspor nasional.
Saat ini, menurut Budyarto, ekspor karya kreatif Indonesia di tengah tahun mencapai Rp63,1 triliun atau tumbuh sebesar 7,27 persen dibandingkan periode yang sama pada 2013.
Namun demikian, saat detik-detik susunan kabinet pemerintahan baru akan diumumkan, beredar informasi akan adanya perubahan rencana pemben­tukan Kementerian Ekonomi Kreatif menjadi hanya sebuah Badan Eko­nomi Kreatif.
“Informasi ini tentunya merisau­kan dan memupuskan harapan besar ada­nya perhatian khusus dan komitmen kuat dari pemerintahan baru atas per­kem­bangan industri kreatif dan MICE di Indonesia,” kata Budyarto.
Menurut Budi, patut disesalkan apabila rencana pembentukan Kemente­rian Ekonomi Kreatif dalam struktur kabinet baru dihilangkan. Karena, ini dikhawatirkan menjadi bukti berubahnya komitmen terhadap ekonomi kreatif yang potensinya sangat besar.
Kadin meminta pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tetap membentuk Kementerian Ekonomi Kreatif. Karena, lembaga kementerian ini akan menjadi solusi dan terobosan untuk membesarkan ekonomi kreatif dalam waktu cepat, dengan ditunjang alokasi SDM dan anggaran memadai yang mampu mensinergikan potensi sekaligus meniadakan hambatan yang ada.
Bila pemerintah hanya membentuk badan, menurut Budyarto, dikhawatirkan SDM dan anggaran yang dialokasikan bahkan akan lebih kecil serta lebih ti­ak kompeten dibandingkan ketika ekonomi kreatif digabungkan dengan pariwisata dalam suatu kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Dikhawatirkan portofolio baru da­lam bentuk badan, hanya akan diisi oleh SDM yang tidak pas dan tidak kom­­peten dengan alokasi anggaran yang minimal, yang hanya cukup un­tuk belanja pegawai dan biaya rutin.
“Kami harapkan, jangan sampai Kementerian Ekonomi Kreatif malah diturunkan derajatnya hanya berbentuk badan, yang nantinya akan dianggap bidang yang kurang penting atau ka­lah penting dibandingkan pariwisata atau bidang lain,” imbuh Budyarto.
Dia menuturkan, pengembangan ekonomi kreatif, khususnya konten digital di negara-negara lain seperti Tiongkok, Korea, Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, dan Inggris saat ini menjadi prioritas utama. Bagi negara-negara tersebut ekonomi kreatif merupakan alat ketahanan nasional, Tiongkok mengurangi infiltrasi budaya asing dengan mewajibkan tayang animasi dan sinetron lokal.
Selain itu, di negara-negara yang disebutkan di atas, ekonomi krea­tif juga sebagai brand maker. Artinya, men­jadi ujung tombak yang bisa meng­gerakkan sektor ekonomi lainnya. Contoh, K-Pop dimanfaatkan oleh Samsung, Hyundai; Anime diman­faatkan consumer brand Jepang; Animasi diman­faatkan dalam budaya dan pro­duk dagang Malaysia.
“Jadi, jika Indonesia menghapuskan Kementerian Ekonomi Kreatif, ini me­rupakan langkah mundur,” kata Bud­yarto. (vv)

Close Ads X
Close Ads X