Tolak Eks Bandara Polonia, Kawasan Strategis Penerbangan Investor Enggan Tanamkan Modal

eks polonia ucok
Medan | Jurnal Asia
Perkembangan Medan dinilai terganggu dengan keberadaan fungsional eks bandara Polonia serta Lanud Soewondo. Pasalnya, kegiatan penerbangan masih terus berlangsung di tengah-tengah inti kota. Selain itu, investor juga enggan menanamkan modalnya guna berinvestasi lebih banyak, demi pembangunan secara merata di kawasan ini. Polemik tersebut cukup mengganjal dan belum terpecahkan. Kepala Kantor Otoritas Bandara W Ke­pala Kantor Otoritas Bandara Wilayah II Medan, Ir M Pramintohadi Sukarno MSc, mendukung eks Bandara Polonia ti­dak lagi dijadikan sebagai kawasan strategis nasional penerbangan. Jika itu masih diberlakukan sangat mengganggu perkembangan metropolitan. Khususnya dalam pengembangan kota secara vertikal.
Selain itu kata Pramintohadi dalam seminar publik pembangunan yang mengusung tema Prosepek High Rise Building Pasca relokasi Bandara Polonia Ke Kuala Namu, di Balai Raya Convention Hall Hotel Tiara Medan, Kamis (23/10), bahwa keberadaan Lanud Soewondo juga harus dipindahkan dengan mencari lokasi baru sebagai pangkalan udara militer.
Dia menilai jika keberadaan Lanud Soewondo tetap di lokasi sekarang, tentunya sulit high rise building dikembangkan di ibukota Provinsi Sumatera Utara ini.
“Kita mendukung penuh rencana pembangunan Kota Medan sampai maksimal. Saat ini pengembangan kota terkendala dengan keberadaan Lanud Soewondo. Untuk itu solusinya harus dilakukan relokasi atau membuat kebijakan satu sisi penerbangan seperti yang diterapkan di Bandara Halim Perdana Kusuma,” kata Pramitohadi.
Demikian halnya, dikatakan DR Ir Budi D. Sinulingga, Kota Medan tidak masuk dalam high rise building kota dunia (world rise) akibat terhambat Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). Kondisi itu menyebabkan Wikepedia menyusun daftar global city sebagai simpul penting dalam sistem ekonomi global. Padahal salah satu ciri kota dunia adalah dengan banyaknya high rise building. Artinya, high rise building merupakan sarana yang sangat penting guna menumbuhkan daya saing kota, terlebih jika ingin dijadikan kota dunia.
“Berhubung Perpres No.62 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Mebidangro, menetapkan kawasan eks Bandara Polonia sebagai bandara pengumpul dan pangkalan TNI AU sehingga tetap menghambat pembangunan high rise building, karena tetap berlaku KKOP seperti sebelumnya. Oleh sebab itu Kota Medan tidak akan berkembang menjadi kota dunia. Padahal RTRW Kota Medan telah menetapkan eks bandara Polonia sebagai kawasan CBD baru dalam rangka mengantisipasi perkembangan jadi kota dunia,”ungkap Budi.
Sebagai solusinya Budi mengusulkan agar pangkalan TNI AU Soewondo keluar dari Kota Medan. Sebab, keberadaannya dekat dengan pusat kota dan arah landasan pacu ke arah pusat kota sehingga lokasi high rise building akan terkena ketentuan KKOP. Di samping itu biaya yang akan dikeluarkan tidak terlalu mahal karena landasan pacu untuk pangkalan TNI AU lebih pendek dengan bangunan terminal yang cukup sederhana.
Kemudian Dr Yayat Supriyana MSP selaku pengamat perkotaan nasional dan juga dosen Trisakti Jakarta memberikan solusi, perlu dilakukan pengaturan kembali terhadap kedudukan wilayah pertahanan di dalam RTRW Kota Medan, RDTR dan peraturan Zonasi. Lalu melakukan harmonisasi dalam penyusunan Rencana Wilayah Perkotaan (RWP) dan Rencana Rinci Wilayah Perkotaan (RRWP) yg disesuaikan dengan dinamika pembangunan kota.
“Di samping itu perlu disusun Perda yang mengatur tata bangunan yang disesuaikan dengan KKOP. Serta dibentuknya Tim Teknis Penyusun Peraturan Zonasi antara pihak pemko Medan dan TNI AU,” ungkap Yayat.
Sedangkan Pembantu Deputi Rencana Kontijensi Setjen Dewan Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Marsekal Pertama TNI Deri Pemba Syafar mengusulkan dibentuknya tim kecil yang melibatkan pihak Lanud Soewondo dan Pangkosekhanudnas III Medan, guna membicarakan relokasi Pangkalan TNI AU Lanud Soewondo.
“Hasilnya disampaikan kepada Kasau di Jakarta,”jelas Deri.
Dari itu semua, Wali Kota Medan Drs H T Dzulmi Eldin S MSi berharap, seminar ini akan menghasilkan keputusan untuk kebutuhan kota seperti kebutuhan kota-kota lainnya di dunia. Dari hasil seminar nantinya akan dapat gambaran untuk selanjutnya bagaimana membangun Kota Medan selanjutnya.
Mantan Sekda kota Medan ini mengakui, sudah lama lama ingin membangun high rise building di Kota Medan. Apalagi tidak sedikit investor yang telah menyatakan kesiapan untuk membangun gedung-gedung tinggi di Kota Medan. Namun hal itu urung
dilakukan karena pihak investor masih menunggu kepastian hukum terkait masalh ketinggian bangunan sesuai dengan KKOP.
“Sudah banyak investor yang ingin membangun gedung tinggi dan mereka telah memiliki tanahnya. Namun mereka belum membangunnya karena masih terhalang dengan kepastian hukum tersebut,” jelas Eldin.
Jika sudah ada kepastian hukum soal high rise building, Eldin akan menawarkan kawasan Medan bagian Utara untuk dikembangkan menjadi kawasan high rise building. Apalagi kawasan itu jauh dari bandara. Setidaknya bangunan yang akan didirikan itu nantinya bisa menyamai ketinggian bangunan yang sudah ada saat ini seperti JW Marriot dan Swiss Bell.
“Kalau saya ingin bangunan tinggi yang akan dibangun nanti bisa mencapai 50 tingkat atau 200 meter. Tentunya ini akan disesuaikan dengan ketentuan apabila diizinkan nantinya dan disesuaikan dengan Tata Ruang Kota Medan. Paling tidak bangunan itu nantinya bisa menyamai ketinggian JW Marriot atau Swiss Bell,” paparnya.
Dengan penduduk hampir 3 juta jiwa, Medan sebagai kota metropolitan saat ini tertinggal jauh dibandingkan dengan kota-kota metropolitan lain dalam soal high rise building (bangunan tinggi). Sebagai contoh negara tetangga Malaysia, mereka memiliki Petronas Tower setinggi 452 meter di Kuala Lumpur dan Komtar Building di Penang setinggi 250 meter. Sedangkan Kota Medan hanya memiliki bangunan tertinggi JW Marriot dengan ketinggian hanya 108 meter. (mag-1)

Close Ads X
Close Ads X