BI Lebih ‘Galak’ Soal Utang Luar Negeri

Jakarta | Jurnal Asia
Bank Indonesia (BI) akan lebih “galak” dalam menghadapi korporasi nonbank yang memiliki utang luar negeri (ULN).
Meski tidak melarang maupun membatasi pengajuan ULN, namun BI akan meningkatkan kewaspadaan korporasi nonbank melalui pemberlakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Mulai 1 Januari 2015 mendatang, Bank Indonesia secara resmi memberlakukan PBI tersebut. Aturan ini memberlakukan kewajiban pemenuhan rasio lindung nilai, rasio likuiditas, dan penerapan peringkat utang bagi korporasi nonbank. Kewajiban-kewajiban tersebut harus dipenuhi secara bertahap oleh korporasi nonbank yang memiliki ULN.
Sebagai contoh, rasio lindung nilai dan rasio likuiditas mulai berlaku di tahap pertama sejak 1 Jauari 2014. Sementara, peringkat utang baru berlaku sejak 1 Januari 2016. Menurut Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Doddy Zulverdi, Bank Indonesia belum pernah secara eksplisit mengatur kehati-hatian korporasi nonbank.
“Yang benar-benar kita enforce baru sekarang. Bagaimana memonitornya, kita ada mekanisme sistem pelaporan,” ujar Doddy di Gedung BI, Kamis (30/10).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung, menjelaskan bahwa PBI ini bertujuan untuk memitigasi berbagai risiko yang mungkin ditimbulkan oleh ULN swasta, khususnya korporasi nonbank.
Risiko-risiko tersebut adalah risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuditas (liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan (overleverage risk). Dalam penjelasannya, Juda mengungkapkan bahwa Bank Indonesia tidak membatasi maupun menjadi pemberi persetujuan dari pinjaman luar negeri. Menurutnya, BI sekadar memberi rambu untuk memitigasi risiko yang mungkin terjadi. (kom)

Close Ads X
Close Ads X