20% Lahan Pertanian di Sumut Beralih Fungsi | Ranperda Terganjal Sinkronisasi Data

Medan | Jurnal Asia
Sedikitnya 20% lahan pertanian di Sumatera Utara dalam kurun waktu 3 tahun (2011-2013) telah beralih fungsi menjadi lahan komersial, sehingga amat membahayakan program ketahanan pangan di daerah ini. Peralihan fungsi lahan ini mengakibatkan meningkatnya importasi beras dari negara tetangga. Beralihnya fungsi lahan pertanian di Sumatera Utara itu mencuat dalam rapat Badan Legislatif (Baleg) DPRD Sumut dengan Dinas Pertanian Pemprovsu dan kabupaten/kota mem­bahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di gedung dewan, Jumat (21/22).
Pada pertemuan itu juga terungkap Ranperda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan terganjal dengan data luas lahan yang tidak sinkron antara milik Dinas Pertanian Sumut dengan kabupaten/kota, sehingga Baleg DPRD Sumut terpaksa harus menjadwalkan ulang pertemuan.
Pantauan wartawan, ranperda yang telah disusun runut pasal-pasalnya lengkap dengan judul dan nomor yang dikosongkan tersebut terpaksa harus dibahas ulang ketika Baleg DPRD Sumut mengundang pemerintah kabupaten/kota.
Pasalnya, meski seluruh daerah setuju terhadap ranperda tersebut, namun sebagian besar masih me­ngkoreksi data luas lahan masing-masing daerah yang dianggap sudah tidak sesuai lagi.
Kepala Dinas Pertanian Sumut M. Roem menyebutkan data luas lahan yang akan dimasukkan dalam ranperda sebagai lahan yang bakal dilindungi dan dilarang dilakukan alih fungsi lahan tersebut bersumber dari pemerintah kabupaten/kota di Sumut.
“Makanya kita heran mengapa tiba-tiba data tersebut dikoreksi kembali. Padahal sudah dibahas sebelumnya,” sebut M Roem usai pertemuan.
Ternyata, lanjutnya, selama ini tiap daerah sudah ada yang menyusun Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sehingga sesuai dengan keperluan masing-masing, ada pe­rubahan-pe­rubahan yang terjadi sesuai dengan kepentingan daerah. Malahan, ada beberapa yang sudah bergeser menjadi perkantoran, pertokoan dan perkebunan.
Diakuinya juga sebagian besar lahan pertanian yang harusnya masuk ranperda ada yang berkurang, meskipun ada daerah juga yang mengusulkan penambahan. Karena itu dirinya tadi sudah memberikan tenggat waktu 10 hari untuk bisa kembali melakukan sinkronisasi data serta penyiapan peta lahan yang bakal dimasukkan.
“Dikhawatirkan jika semakin lama disahkan, maka semakin berkurang luas lahan yang bakal dilindungi dari alih fungsi tersebut. Kita maunya tidak ada lagi ego sektoral,” ujar Roem.
Dari estimasi sementara lahan yang bakal dimasukkan dalam ranperda adalah 470.000 hektar. Di luar itu diminta juga lahan cadangan untuk mengantisipasi jumlah penduduk yang terus meningkat. “Jadi ada cadangan ke depannya,” sebut Roem.
Sementara itu, Kepala Dinas Ke­hutanan Sumut, Arlen Purba me­ngatakan jika masih ada lahan sawah dan ladang yang berada di kawasan hutan, pemerintah pusat masih me­mbuka peluang untuk dilakukan pe­rubahan. Karena itu dia meminta agar setiap daerah segera menghitung ulang wilayah masing-masing kawasan mana saja yang saat ini sudah menjadi pemukiman dan lahan pertanian agar dikeluarkan dari kawasan hutan.
Sementara, Ketua Baleg DPRD Sumut Leonard Samosir menyampaikan pihaknya sudah berkomitmen agar ranperda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat disahkan sebelum akhir tahun 2014. Bahkan sudah dijadwalkan akan dibahas dalam rapat paripurna pada 11 Desember.
Namun karena mendengar banyak masukan soal luas lahan yang belum sesuai dengan kabupaten/kota, maka dia meminta agar dibahas ulang dan segera dibuatkan peta lahannya. Karena DPRD Sumut tidak mungkin mengesahkan ranperda yang data luas lahannya tidak valid. (isvan)

Close Ads X
Close Ads X