Kompas Kehidupan Luncurkan Kisah-kisah Inspiratif

SAMSUNG CSC

SAMSUNG CSC
Medan | Jurnal Asia
Berterimakasihlah untuk setiap nafas yang engkau tarik sekarang, karena semua mungkin saja berubah menjadi buruk pada tarikan nafas selanjutnya. Itulah untaian Jessica Anastasya Angelica membuka tulisannya yang berjudul “Dan Apa Yang Direncanakan Tuhan Itulah Yang Terbaik”. “Masa belia, kedua orangtua saya bercerai. Diawali saat kondisi finansial keluarga yang mengharuskan mama bekerja di Taiwan. Pengalaman fase-fase sulit itulah yang saya tuangkan melalui tulisan yang terangkum dalam Kompas Kehidupan ini,” ungkap Jessica bercerita pengalaman hidupnya saat Gathering & Peluncuran Buku Kompas Kehidupan di Black Canyon Coffe Cambridge City Square,Minggu (23/11).
Terkadang semua situasi yang tidak menyenangkan dianggap sesuatu yang tidak adil. Meski Sang Pencipta sebenarnya tengah menguji, kerap umumnya setiap insan tak luput mempertanyakan hal tersebut.
Terlahir dari keluarga yang broken home, justru memotivasi Jessica lebih dapat memaknai kasih sayang dan kehidupan yang sebenarnya. Dan ia pun yakin, apa yang direncanakan oleh Tuhan, itulah yang terbaik baginya.
Kisah yang dialami Widopo Hanly lain pula. Kisah yang dituangkannya dalam tulisan, “Apa Arti Sebuah Nama?”, mengungkapkan protes yang pernah disampaikannya pada kedua orangtuanya semasa kecil.
“Yang saya ingat dari dulu sampai sekarang, semasa TK hingga melanjutkan bangku kuliah, guru ataupun dosen saya selalu saja salah mengeja nama saya pada pertemuan pertama di kelas pengenalan. Ada yang menyebut Widodo, bahkan ada yang lebih parah dengan menyebut pendopo,” ungkap Widopo Hanly, yang merupakan terbaik pertama mahasiswa berprestasi nasional 2013 yang mengantarkannya menjadi delegasi dan pembawa bendera di ajang One Young World, Afrika Selatan pada 2013 silam.
Bahkan dikatakan Widopo, teman-teman sekelasnya pun tak mau kalah dan ikut membully. Ada yang memanggilnya popok, PO telletubies, dodot, dodol, dodo bird, dan ragam lainnya.
Nama Widopo sendiri seperti nama orang Jawa. Nama itu sempat menggerakkan Widopo untuk terus mencari dan merenungkan puzzle-puzzle kehidupan hingga mempertemukannya pada sebuah kesimpulan: Saya dilahirkan
dengan nama Widopo, bahwa saya adalah orang pilihan dari sekian banyak orang dan nama yang seolah berisi doa dan harapan untuk mencintai negeri ini lebih dalam.
Buku Kompas Kehidupan merupakan kumpulan cerita inspiratif, baik kisah nyata maupun fiksi dari para penulis. Buku setebal 435 halaman yang dieditori Lisa Zhang ini, menyuguhkan 20 kisah inspiratif dari 20 penulis.
“Kompas Kehidupan ini memuat tulisan para pemenang lomba yang diadakan media cetak Lumbini pada awal 2014 lalu. Untuk mengembangkan talenta-talenta para penulis, PT.Media Angkasa pada September 2014 lalu pun
membukukan karya para pemenang lomba,” ungkap Lisa Zhang yang merupakan editor dari buku yang menampilkan kisah-kisah inspiratif ini.
Huicin Sukimin yang merupakan pemenang pertama yang karyanya juga dibukukan dalam Kompas Kehidupan, mengaku “Cinta dan Kasih Sesungguhnya” merupakan tulisannya yang perdananya. Ibu rumahtangga kelahiran Banda Aceh 11 Januari 1975 ini menyebutkan, saat pertama mengikuti lomba yang diadakan media cetak Lumbini yang mendorongnya untuk memulai membuat tulisan.
“Sama sekali saya belum pernah menulis. Saya sangat gembira saat pertamakali menulis. Ternyata tulisan saya dapat menjadi juara pertama dan dibukukan pula,” ungkap ibu dari tiga anak.
Dalam “Cinta dan Kasih Sesungguhnya”, Huicin Sukimin juga menceritakan tentang sosok seorang ibu. Selain itu, ia juga bercerita pengalamannya detik-detik saat gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 silam yang juga meluluh lantakkan kediaman yang ditempatinya bersama keluarganya.
Selain bercerita secara langsung yang disampaikan masing-masing penulis, pada rangkaian acara juga digelar kuis. Tak jarang saat para penulis bercerita mengenai kisah-kisah inspiratif mereka, puluhan audience dari berbagai kalangan pun menjadi sangat terharu saat mendengarkan.
Sejumlah kisah inspiratif lainnya, yakni “Warna Kehidupan” yang ditulis Lisnawati Delorme, kelahiran Kisaran pada 1987 yang saat ini berdomisili di Paris. Ketika Hatimu Bersuara, Maka Ikutilah…yang ditulis Ferdi Huang Asal Bengkulu.
Sejumlah tulisan lainnya, Malaikat Tak Bersayap (Maya Anastasia Ginting),The Greatest Love (Noviana), Detik-detik bersama sangatlah berharga (Riamita), Cincin Pembatas (Indriani Asfa), Kasih adalah Sempurna (Lisa), Si Anak Tukang Air (Khoe Fu Tjen), Mentari Kehidupan (Michicco Huang), Kakek Penghuni Gubuk Tepi Sungai (Nuraini Loris), Kasih Seorang Guru (Ira Julinar Tandija), MOL- Meaning of Love (Makna Cinta oleh Subroto), Bagai Kehidupan Kembang (Alfian Salim), Perjuangan dan kasih sayang mama hingga akhir (Meryana Wijaya), Friendship Forever (Valentine Wijaya), Tak Kenal Maka Tak Sayang (Devi Eliyani) dan Aku Benci Kata Sayang (Virya Nanda). (mag-08)

Close Ads X
Close Ads X