Pembayaran Online Tirtanadi Gagal, Tunggakan Tak Didenda

Medan | Jurnal Asia
Akibat carut-marut pembayaran rekening air secara online yang baru saja diterapkan, membuat keresahan di masyarakat. Terbukti dari membludaknya antrian, serta kurangnya petugas loket disediakan oleh kantor PDAM Tirtanadi. Karena terus-terusan dikecam, akhirnya tagihan air pada bulan November dan Desember tak didenda apabila terlambat setor (tertunggak). PDAM Tirtanadi tidak mengenakan denda atas keterlambatan pembayaran rekening air bulan November dan Desember, bagi pelanggan yang berada di kawasan Medan dan sekitarnya.
Hal ini terkait adanya kendala pada sistem pembayaran rekening air secara online.
Demikian dikatakan Direktur Ad­ministrasi dan Keuangan PDAM Tirtanadi H Ahmad Thamrin SE MPsi didampingi Direktur Operasi Mangindang Ritonga SE MM, Direktur Perencanaan dan Produksi Ir H Tamsil Lubis dan Sekretaris Dewan Pengawas Hardi Mulyono SE MAP serta Kadiv PR Ir Amrun kepada wartawan, Rabu (26/11).
Thamrin mengatakan kerjasama dengan be­be­rapa Bank seperti BRI, BNI, Bank Mandiri, Bank Sumut, BTN dan Kantor Pos ternyata hingga kini belum bisa melayani pembayaran rekening air PDAM Tirtanadi sehubungan dengan adanya ken­dala teknis dan administrasi di internal bank tersebut.
“Sampai saat ini baru Bank Bukopin yang dapat menerima pembayaran rekening air secara online sedangkan bank lainnya kemungkinan baru akan terlaksana di bulan Desember nanti,” jelasnya.

Mengingat banyaknya antrian pe­langgan yang akan membayar rekening air di loket loket Kantor Cabang Pelayanan PDAM Tirtanadi, Manajemen PDAM Tirtanadi memutuskan untuk tidak memberikan sanksi/denda atas keterlambatan pembayaran rekening air atau membebaskan pelanggan dari denda keterlambatan pasca diberlakukannya pembayaran rekening air secara online mulai bulan November 2014 ini.
Thamrin mengaku, sampai saat ini pembayaran rekening air di loket loket Cabang Pelayanan PDAM Tirtanadi baru mencapai 40 persen dan 20 persen dari Bank Bukopin. Dibandingkan dengan saat penagihan rekening air secara “door to door” dengan waktu yang sama, pembayaran rekening air pelanggan mencapai 80 persen dari total jumlah pelanggan 400 ribu pelanggan di Kota Medan.
“Namun resiko seperti ini harus diterima untuk menuju pelayanan yang semakin baik. Dalam setiap transisi atau perubahan tentu saja akan terjadi kendala untuk menuju kesempurnaan,” tambahnya.
Disinggung mengenai nasib Tenaga Honor Penagih rekening air selama ini, Thamrin menegaskan, tidak akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pemberlakuan pembayaran rekening air secara online. Namun, PHK bisa terjadi apabila Tenaga Honor bersangkutan melanggar ketentuan dan aturan perusahaan.
Sistem pembayaran rekening air secara online mulai dipikirkan dan direncanakan sejak mencuatnya kasus rekening air di Koperasi. Dari hasil pemeriksaan internal penagihan rekening air secara door to door banyak menimbulkan masalah, seperti ditemukannya rekening ganda, uang terpakai petugas penagih dan sebagainya.
Hal ini lah yang membuat Manajemen PDAM Tirtanadi melakukan perbaikan pelayanan dengan memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk melakukan pembayaran rekening air secara online di beberapa Bank.
Sementara itu Sekretaris Dewan Pengawas Hardi Mulyono menyambut baik dan mendukung program ini sembari meminta Direksi PDAM Tirtanadi terus melakukan evaluasi untuk perbaikan pelayanan kepada pelanggan semaksimal mungkin.
“Sebagai Dewan Pengawas yang baru dilantik oleh Gubsu, salah satu tugas kami adalah memantau pembayaran sistem online yang mulai diterapkan PDAM Tirtanadi sejak Nopember 2014 ini,” tegasnya.

Panggil Direksi
Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara akan memanggil Direksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi. Hal ini terkait adanya keresahan di masyarakat atau ditingkat pelanggan, terhadap penerapan sistem pembayaran rekening tagihan air secara online atau Payment Point Online Bank (PPOB).
Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut Abyadi Siregar mengatakan, pihaknya memanggil direksi Senin (1/12) depan ke Kantor Ombudsman Sumut, Jalan Majapahit Medan, untuk mempertanyakan sistem PPOB yang sudah dioperasikan sejak November ini. Karena Ombudsman menilai PDAM Tirtanadi tidak siap menjalankan sistem tersebut. Selain itu, pihak managemen perusahaan dinilai tidak koperatif untuk menjelaskan sistem yang belum matang.
“Kita sudah coba komunikasi dengan managemen, tapi kita lihat mereka tidak kooperatif. Dua kali kita datang ke kantornya, tetapi tidak ada petugas yang dapat memberi penjelasan. Maka dari itu kita panggil direksi ke kantor untuk memberi penjelasan,”ujar Abyadi, Rabu (26/11).
Dikatakan Abyadi, penjelasan mengenai sistem pembayaran online tersebut sangat penting karena telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Masyarakat banyak melapor ke Ombudsman akibat pelayanan sistem pembayaran online ini. Dari hasil monitoring di beberapa loket pembayaran online, seperti di loket pembayaran PDAM cabang Medan Kota, terjadi antrian cukup panjang. Bahkan, ada loket membatasi jumlah pelanggan, sehingga masyarakat menjadi kecewa.
“Dari sejumlah masyarakat kita wawancarai, sistem ini membingungkan dan meresahkan. Ini belum layak dioperasikan karena bank belum bisa jalan, kecuali Bukopin. Itu pun hanya Bukopin yang menerima pembayaran rekening listrik. Pembayaran di cabang-cabang PDAM pun antri, bahkan ada yang dibatasi. Ini kan kacau,” kata Abyadi.
Melihat carut marutnya sistem pembayaran online ini, menurut Abyadi, sistem tersebut terkesan dipaksakan. Hal itu juga terlihat dari SDM yang ditempatkan di unit-unit pelayanan cabang terkesan tertutup saat dimintai penjelasan. Seorang staf di bagian umum cabang PDAM Tirtanadi Medan Kota misalnya, Zainal Abidin, tidak bersedia menemani Ombudsman untuk meninjau sistem pembayaran online tersebut. Karena itu, Ombudsman langsung memanggil direksi PDAM untuk meminta penjelasan secara konkret terkait sistem tersebut.
“Kita nanti akan meminta direksi untuk menunda sistem. Jangan sampai akibatnya dari sistem yang belum siap ini,
berdampak pada pelanggan. Misalnya pelanggan dikenakan denda akibat terlambat membayar. Padahal keterlambatan itu terjadi karena ketidaksiapan PDAM sendiri,” pungkas Abyadi.

Nir-sosialisasi
Pemberlakuan sistem pembayaran rekening Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi secara online dilakukan secara prematur. Disebut prematur karena dilaksanakan tanpa ada sosialisasi memadai. Dampaknya adalah banyak pelanggan yang menunggak dan ketika membayar juga harus antri berjam-jam. Ketiadaan sosialisasi dari cara pembayaran atau tagihan dari rumah ke rumah ke online berdampak kepada banyak pelanggan yang merasa dijebak, karena mesti bayar denda tunggakan. Sosialisasi mestinya sudah dilaksanakan setidak 6 (enam) bulan sebelum sistem online dilaksanakan.
Ada masa jeda waktu atau masa transisi peralihan sistem pembayaran dari manual (door to door) ke online. Sistem pembayaran online yang dilakukan secara mendadak menunjukkan manajemen PDAM Tirtanadi tidak memahami pola
komunikasi yang bermartabat dan beretika. Bahkan tidak sensitif kepada suasana psikologi pelanggan. Pelayanan buruk atas kualitas, kuantitas dan kontuinitas air yang diterima selama ini juga sudah cukup menjengkelkan.
Karena itu kepada Gubernur Sumut, dan Dewan Pengawas untuk menegur dan memerintahkan kepada manajemen agar mengoreksi kebijakan salah itu. DPRD Sumut perlu memanggil dan menyelidiki modus pengalihan sistem pembayaran
dari manual ke online. Manajemen PDAM harus diminta pertanggungjawaban, mengapa kebijakan itu tanpa persiapan dan tanpa sosialisasi memadai? Terkait penggunaan layanan online, mestinya PDAM mampu memberikan kemudahan bagi pelanggannya untuk bisa melakukan pelayanan pemasangan baru, status permohonan, tagihan perbulan berbasis web sehingga bisa diakses dengan teknologi di manapun pelanggan berada. (mag-1/isvan/swisma)

Close Ads X
Close Ads X