Sleman | Jurnal Asia
Aksi ribuan mahasiswa UGM yang digelar sejak pagi hingga malam berlangsung ricuh. Mahasiswa mengejar Rektor UGM Dwikorita Karnawati yang akan meninggalkan lokasi aksi, Senin (2/5). Ribuan mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Rektorat kampus itu, Senin untuk menyampaikan beberapa tuntutan di antaranya reformulasi besaran uang kuliah tunggal (UKT) yang dinilai timpang.
Ketua Forum Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGM Faisal Taher di sela aksi itu mengatakan selain besarannya timpang antara uang kuliah tunggal (UKT) golongan 1 hingga 6, besarannya juga tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa. “Selain reformulasi, kami juga berharap tidak ada lagi kenaikan nominal tarif UKT untuk mahasiswa baru 2016,” kata Taher.
Ia menjelaskan ketimpangan besaran UKT semakin terasa sejak UGM menambah tingkatan UKT mahasiswa yang sebelumnya hanya golongan 1 hingga 5, mulai 2014 mulai ada UKT golongan 6. “Sejak adanya UKT golongan 6 itulah, UKT golongan di bawahnya jadi ikut terseret naik,” kata dia.
Seperti pada Program Studi Biologi, ia menjelaskan untuk UKT tahun 2014/2015 golongan 1 ditetapkan Rp500 ribu dan UKT 2 Rp1 juta. Namun untuk UKT golongan 3 melonjak menjadi Rp6,5 juta. “Dari UKT golongan 2 ke UKT golongan 3 selisihnya Rp5 juta sendiri. Menurut kami itu aneh,” kata dia.
Apalagi, menurut dia, klasifikasi atau penggolongan mahasiswa dalam pembayaran UKT itu juga tidak ditentukan secara proporsional. Sebab, kata dia, penggolongan UKT itu hanya mengacu penghasilan kotor orang tua mahasiswa tanpa mempertimbangkan komponen beban lain yang ditanggung orang tua.
“Jadi meski orang tua mahasiswa gajinya sama, namun juga perlu dilihat berapa anak yang masih mereka tanggung,” kata dia. Melalui aksi itu, ia berharap kebijakan penetapan UKT yang merupakan pengganti uang pangkal sesuai SK Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) tahun 2013, dapat melibatkan unsur mahasiswa.
Jika diterapkan sesuai SK Dirjen Dikti, menurut dia, kebijakan penerapan UKT sesuai tujuan pemerintah memang cukup tepat karena mampu menolong mahasiswa golongan kurang mampu.
Namun, sesuai SK itu penentuan golongan UKT harus berdasarkan kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa.
“Paling tidak kesenjangan besaran UKT itu ke depan dapat dijelaskan secara transparan,” kata dia. Sementara itu, Koordinator Aksi Mahasiswa Syahdan C mengatakan selain UKT, ada beberapa tuntutan lainnya yang ditujukan ke pihak Rektorat seperti realisasi pencairan tunjangan kinerja (Tukin) Tenaga Pendidikan (Tendik) kampus itu yang belum dibayarkan UGM selama tiga semester semenjak Juli 2014.
Menurut dia, aksi yang dimulai pukul 07.00 WIB tersebut masih menunggu keterangan dari pihak Rektorat UGM. Hingga pukul 17.00 WIB belum ada keterangan resmi dari UGM untuk menanggapi tuntutan tersebut. “Kalau sampai malam belum ada statemen juga dari pihak rektorat, kami akan menginap,” kata dia.
Rektor Terbirit-birit
Rektor UGM sebenarnya sudah turun menemui ribuan mahasiswa. Bahkan Rektor sambil duduk di tangga berdialog dengan mahasiswa untuk menjawab tuntutan-tuntutan. Namun jawaban tersebut, rupanya tidak membuat mahasiswa puas.
Aksi yang berlangsung hingga malam akhirnya ricuh. Dwikorita yang akan meninggalkan lokasi aksi diteriaki, ‘jangan kabur-jangan kabur.’ Mahasiswa mengejar Rektor hingga halaman tengah kompleks Balairung. Mahasiswa terus mengepung bahkan membuat barikade agar Rektor tidak pergi.
Sebuah mobil yang terparkir sempat digoyang-goyang mahasiswa. Rektor UGM sebenarnya akan masuk ke mobil tersebut. Pot bunga juga pecah terinjak-injak. Aksi sempat mereda, saat Rektor mau melanjutkan dialog. Namun saat akan meninggalkan, mahasiswa kembali memanas.
Petugas keamanan kampus, langsung mengevakuasi Rektor naik ke lantai atas kompleks Balairung. Mahasiswa terus berteriak, ‘jangan kabur.’ Saat naik ke lan
tai atas, banyak mahasiswa yang tetap mengejar naik. Sementara yang lain berada di bawah. Mahasiswa juga menanyakan pernyataan Rektor yang menyebut aksi mahasiswa hanya simulasi.
Terkait tuntutan dari mahasiswa ini, Dwikorita berjanji untuk me-review kembali. Terkait relokasi kantin Bonbin, rektor berjanji untuk mengajak mahasiswa bergabung dalam tim. Hingga pukul 19.10 WIB, mahasiswa masih bertahan di kompleks Balairung. (ant/dtc)