Jakarta – Serapan jagung oleh perusahaan pakan ternak, dituding jadi salah satu penyebab merosotnya harga jagung di tingkat petani. Tahun lalu, petani jagung berteriak lantaran harga jagung merosot sampai Rp 1.500/kg.
Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, mengatakan pihaknya sudah mengikat perjanjian dengan 41 pabrik pakan ternak yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), untuk melaksanakan skema penyerapan sesuai pembagian wilayah.
“Kita petakan dan bagi wilayah 41 perusahaan yang punya wilayah masing-masing. Charoen Pokphand dimana, Japfa dimana. Jadi pengusaha tenang, petaninya untung,” ungkap Amran di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (19/9).
Dia menjelaskan, pola kemitraan dengan membagi setiap perusahaan pakan ternak wajib menyerap jagung di wilayah yang jadi tanggung jawabnya masing-masing. Pihaknya sendiri tahun ini sudah menganggarkan Rp 2,1 triliun untuk penambahan luas lahan 724.000 hektar di 29 provinsi.
“Sebanyak 41 perusahaan itu dibagi-bagi. Jangan ada lagi berebut, dikunci wilayahnya masing-masing tanggung jawab serap jagungnya. Jadi tidak ada saingan harga, jangan perusahaan A datang beli jagung Rp 3.200/kg, kemudian datang perusahaan B tawar jagung petani Rp 3.300/kg,” ujar Amran.
Amran melanjutkan, pemerintah sendiri sudah menetapkan batas terendah harga pembelian jagung petani sebesar Rp 3.150/kg dengan kadar air 15%. “Kita sepakat standar harga terendahnya Rp 3.150/kg. Kalau ada tengkulak yang beli di atas harga itu ya tidak apa-apa. Kita proteksi petani, kalau ada yang beli Rp 3.400/kg silakan saja lepas,” terang menteri asal Bone, Sulawesi Selatan ini.
Menurut dia, selama ini penyebab ketergantungan pabrik pakan ternak atas jagung impor, terjadi lantaran pengusaha malas menyerap jagung lokal yang ada di wilayah-wilayah terpencil.
“Petaninya di NTB, pengusahanya di Jakarta, ya nggak ketemu. Pengusaha teriak mana jagungnya, petani teriak siapa yang beli jagungnya, harga jatuh, akhirnya malas tanam,” pungkasnya.
(dtf)