Medan | Jurnal Asia
Keberadaan observatorium ilmu falak (OIF) masih sangat dibutuhkan masyarakat Sumatera Utara (Sumut). Pasalnya secara umum ilmu falak masih terbilang langka, bahkan keberadaannya merupakan yang kedua setelah milik pemerintah di Bandung.
“Dalam ajaran Islam, ilmu falak lebih mengkaji terhadap benda-benda langit yang terkait dengan ibadah umat Islam,” kata Kepala OIF Muhammadiyah Sumatera Utara, Dr Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar MA, Jumat (29/1).
Sedangkan dalam literatur barat, katanya, ilmu falak itu disebut astronomi yang membahas alam semesta dengan segala yang berada di dalamnya, seperti galaksi, planet dan bintang-bintang.
Pada ajaran Islam, ilmu falak itu secara garis besarnya terdiri menjadi empat bagian, yakni tentang waktu sholat, karena waktu sholat iu sangat bergantung dengan posisi gerak harian matahari, sehingga urgensinya untuk menentukan waktu sholat.
Ilmu falak itu juga berfungsi menentukan arah kiblat. Selain itu berperan dalam menentukan waktu dan tempat terjadinya gerhana, baik gerhana matahari atau juga gerhana bulan. Dengan demikian, ilmu falak berkepentingan untuk menjelaskan itu karena ada aspek ibadah di dalamnya yakni sholat sunat gerhana. “Manfaat terakhir terkait penentuan awal bulan, baik memakai metode hisab atau rukyat, kedua-duanya adalah domain dari ilmu falak,” katanya.
Dengan demikian, keberadaan OIF itu sangat dibutuhkan bagi umat Islam pada umumnya dan khususnya masyarakat Sumatera Utara, sebab cakupan ilmu falak yang spesifik mengkaji tentang alam semesta dan seluruh isinya.
Menurutnya, secara formal akademik, institusi yang menyelenggarakan pendidikan ilmu falak itu hanya dua di Indonesia, yang pertama jurusan astronomi di ITB dan yang kedua adalah di Jurusan Ilmu falak atau konsentrasi ilmu Falak di UIN Walisongo Semarang.
“Selebihnya hanya mata kuliah biasa atau juga berupa komunitas. Bahkan di Sumatera Utara tidak ada satu institusi/lembaga pendidikan yang memiliki jurusan ataupun konsentrasi ilmu falak,” katanya.
Arwin menyadari jika hal ini problem bersama umat Islam di Indonesia. Untuk itu, keberadaan OIF tersebut sangat dibutuhkan karena terkait dengan ibadah, tetapi sayangnya tidak memiliki basis formal akademik di bidang itu.
Karena itu, Arwin berharap agar pemerintah dapat memberikan ruang akademik untuk pengembangan ilmu falak ke depan. Terlebih karena fungsi dan kegunaannya yang begitu signifikan, baik dalam kepentingan ibadah juga ke pentingan sehari-hari. Selain itu, yang harus menjadi perhatian bersama bahwa ilmu falak juga terkait dengan masalah peradaban, harga diri dan jati diri sebagai seorang muslim.
(swisma)