Jakarta | Jurnal Asia
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, tentang Pengupahan sudah ditunggu sejak 12 tahun lalu akhirnya terbit 23 Oktober 2015. PP ini merupakan turunan dari UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang sudah dibahas sejak pemerintah sebelumnya.
“Jadi sudah disahkan dengan tanggal dan diundangkan yang sama. Selama 12 tahun hanya sebatas pembahasan dan akhirnya Indonesia punya PP pengupahan dan pada saat pembahasannya kami sudah mengikutsertakan pihak-pihak terkait,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Kemenaker Haiyani Rumondang dalam konferensi pers di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Senin (26/10).
Dalam PP ini diatur soal rumus penetapan upah minimum provinsi (UMP). Selain itu, juga akan dibuat peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengatur struktur skala upah, THR, KHL hingga uang service.
“Formula kenaikan upah tiap tahun ini bertujuan untuk menjaga upah buruh tidak anjlok dan tidak timpang antar daerah. Perlunya para serikat buruh untuk memahami formula ini yang tertuang dalam PP Pengupahan sebagai jaring pengaman,” kata Haiyani.
Selama ini upah minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun dan masih lajang. “Kehadiran negara sangat penting untuk melindungi para pekerja khususnya untuk yang bekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun,” tuturnya.
Ia mengatakan buruh maupun perusahaan bisa mendiskusikan jika ingin menetapkan upah di atas UMP. “Kalau mau upah di atas UMP, itu harus dirundingkan perusahaan dengan pekerja. Khususnya untuk pekerja di atas masa kerja satu tahun, harus dirundingkan berdasarkan kompetensi, masa kerja, dan golongan. Kami juga mengupayakan supaya didorong semua perusahaan menyusun struktur skala upah,” jelasnya.
Penerapan formula baru ini sangat ditunggu-tunggu oleh pengusaha. Menurut Haiyani, PP Pengupahan bisa menjaga atau memprediksi biaya usaha sehingga para pengusaha bisa merencanakan biaya perusahaannya dalam waktu tertentu.
Rumus upah buruh mulai 2016 :UMP tahun depan = UMP tahun berjalan + ( UMP tahun berjalan x(inflasi + pertumbuhan ekonomi). Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ia memaparkan, formula pengupahan dalam peraturan ini menggunakan angka inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabel utama dalam perhitungan kenaikan upah minimum.
Dengan keluarnya peraturan tersebut, ujar Hanif, maka penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2016 yang akan ditetapkan dan diumumkan pada 1 November tahun ini sudah harus menggunakan formula yang diamanatkan dalam beleid baru itu.
Hanif menjelaskan, dengan adanya formula itu, maka penetapan upah minimum yang sebelumnya selalu mengundang perdebatan tiga pihak antara pemerintah, pengusaha, dan juga buruh tidak akan terjadi lagi.
Selain itu, menurut Hanif, keluarnya PP Pengupahan merupakan terobosan dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia, karena sebelumnya penetapan UMP didominasi oleh pelbagai bentuk politisasi yang membuat kenaikan upah tidak rasional dan menimbulkan ketidakpastian.
“Upah itu pada dasarnya hak privat antara pemberi kerja dengan pekerja. Negara hadir dengan kebijakan upah minimum untuk melindungi pekerja agar tidak terjatuh dalam upah murah, melindungi mereka yang belum bekerja agar bisa masuk ke pasar kerja, dan melindungi dunia usaha agar bisa berkembang meningkatkan lapangan kerja,” kata dia. Hanif pun meminta kepada seluruh gubernur untuk segera menyesuaikan dan memproses penetapan UMP 2016 dengan menggunakan formula dalam PP Pengupahan.
Dewan Pengupahan Tetap Berperan
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri memastikan bahwa Dewan Pengupahan akan tetap berperan meski Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan telah diterbitkan.
Hanif menjelaskan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, penetapan upah minimum merupakan kewenangan pemerintah bukannya Dewan Pengupahan.
Ia memaparkan, fungsi Dewan Pengupahan menurut ketentuan UU Ketenagakerjaan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pengupahan. Sementara dalam konteks pembentukan PP Pengupahan, Dewan Pengupahan Nasional telah dimintai saran dan pertimbangan karena memang prosesnya melibatkan mereka.
“Pastinya bahwa kebijakan pemerintah tentang pengupahan itu bertujuan melindungi mereka yang bekerja agar makin sejahtera, mereka yang belum bekerja agar bisa bekerja dan mereka yang berusaha (dunia usaha) agar usahanya berkembang dan terus menyerap tenaga kerja,” ujar Hanif
Oleh karena itu, Hanif memastikan bahwa ke depan Dewan Pengupahan masih akan tetap berperan dalam memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam hal pengupahan, misalnya membantu melakukan supervisi dan monitor penerapan struktur dan skala upah yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan atas mandat UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan.
“Penerapan struktur dan skala upah dimana pengupahan mempertimbangkan jabatan, golongan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi, akan menjadi jalan baru bagi peningkatan kesejahteraan pekerja secara proporsional. Struktur dan skala upah ini mencerminkan upah layak,” kata dia.
Menurut Hanif, serikat pekerja atau buruh seharusnya lebih banyak berjuang pada level ini, baik melalui forum bipartit di perusahaan maupun forum tripartit, alih-alih melakukan demonstrasi di jalanan. Dengan memperkuat organisasi dan kapasitas, ucap dia, maka individu pengurus dan anggota kelompok akan semakin hebat untuk berunding dan membangun dialog yang sehat dan produktif.
“Saya kira inilah saatnya serikat pekerja atau buruh kembali ke khittah, yakni memperjuangkan upah layak, bukan memperjuangkan upah minimum. Upah minimum juga harus dikembalikan ke khittahnya sebagai jaring pengaman (safety net), bukan sebagai upah utama,” ujar dia.
Hal ini, imbuh Hanif, berarti serikat pekerja atau buruh harus melakukan reorientasi gerakan dan peranannya. “Tidak melulu demo di jalanan yang berpotensi mengganggu lalu lintas dan ketertiban umum, melainkan memperkuat dialog sosial di perusahaan,” kata dia.
Lihat juga:Kenaikan Upah Buruh Perlu Pertimbangkan Kondisi Perusahaan
Ia melanjutkan, “dengan PP Pengupahan ini teman-teman pekerja atau buruh tak perlu lagi turun ke jalan untuk mendorong kenaikan upah minimum. Cukup duduk manis atau tidur cantik upahnya sudah otomatis naik tiap tahun sesuai inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.”
Hanif menyampaikan, pemerintah juga terus mendorong agar Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan para pengusaha makin membuka ruang dialog di perusahaan. Intinya, kata dia, dialog sosial di perusahaan itu harus diintensifkan, baik oleh buruh maupun pengusaha. “Pemerintah terus lakukan pembinaan dan pengawasan dalam hal ini agar hubungan industrial makin sehat dan produktif,” ujar dia.
Gelombang Demo Oktober Hingga Desember
Selain itu, buruh juga menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan serta menuntut kenaikan upah minimum 2016 berkisar 22 persen-25 persen. Said menegaskan, ketiga hal ini dilakukan melalui aksi besar-besaran dan bergelombang terus menerus serta mimbar rakyat sedari Oktober-Desember 2015.
“Aksi ribuan buruh ini akan dilakukan setiap hari dimulai dari 24 Oktober aksi dilakukan oleh KPBI di Istana negara, 26 Oktober 2015 konvoi buruh di kawasan industri se-Indonesia,” ujar Said dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (26/10).
Dia menjelaskan, aksi buruh ini akan digelar di kawasan industri Pulo Gadung, KBN Cakung, MM 2100, Jababeka, Ejip, KIIC Karawang, Ngoro Sidoarjo, PIR Pasuruan, KIM Medan dan lain-lain.
“27 Oktober 2015 buruh SPN juga akan aksi di Istana Negara serta tanggal 28 Oktober 2015 KSBSI dan buruh tekstil juga akan melakukan aksi di Istana Negara. Tak hanya di Istana Negara, pada tanggal 28-30 Oktober 2015 nanti aksi juga akan dilakukan oleh serikat pekerja jalan tol juga akan melakukan aksi dengan menutup tol di seluruh Jabodetabek,” jelas dia.
Selain pada tanggal tersebut, lanjut Said, pada 29 Oktober 2015 akan diadakan mimbar rakyat. Sedangkan pada 30 Oktober 2015, 50 ribu buruh KSPI dan KSPSI juga akan melakukan aksi di Istana negara.
“Sepanjang November aksi buruh di masing-masing kantor Bupati dan Gubernur akan terus dilakukan selain itu juga akan melumpuhkan kawasan industri dan pelabuhan. Nanti puncaknya pada Desember mogok nasional akan dilakukan oleh 5 juta buruh di 200 kabupaten kota,” tandas dia.
Upah 45 Juta Buruh Belum Sesuai UMP
onfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan, setidaknya ada 45 juta orang buruh yang hingga saat ini belum menerima Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Artinya, upah yang diterima berada di bawah Rp2,7 juta.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan. Buruh dengan upah di atas Rp2 juta sekitar 15 juta orang. Buruh diupah di bawah Rp2 juta, atau Rp1,99 juta ada 45 juta orang. “Berarti, upah minimum itu sebenarnya upah murah. Apalagi tidak ada hak berunding. Ini kan tidak adil,” ujar Presiden KSPI, Said Iqbal, di Jakarta, Senin (26/10).
Dia mengungkapkan, penetapan upah buruh berdasarkan laju inflasi ditambah pertumbungan ekonomi justru menuju kepada pemberian upah murah. Kalangan pengusaha, kata Said, berpengaruh besar terhadap keputusan pemerintah untuk menetapkan formula pemberian upah buruh. Terutama dalam hal perundingan yang sebelumnya biasa dilakukan oleh asosiasi pengusaha, maupun para serikat buruh nasional.
“Pengusaha terlalu rakus dan serakah. Mereka meminta dikembalikan ke hak upah murah karena tidak ada hak berunding. Pengusaha ini sudah menghilangkan peran serikat buruh,” kata dia.
Bahkan, Said menyebut pengusaha telah melakukan kebohongan besar terkait permasalahan pemutusan hubungan kerja yang marak terjadi, terutama di sektor industri manufaktur. Menurut dia, jumlah PHK terbesar saat ini lebih dirasakan oleh industri pertambangan karena harga komoditas turun. “Itu pun yang di-PHK pegawai kontrak dan alih daya (outsourcing),” ungkap Said.
Karena itu, dia menganggap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah gagal. Sebab, jargon yang selalu dielukan pemerintah untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh hingga saat ini tidak terbukti. Bahkan, semakin memberatkan. “Kami setuju ada kepastian, tapi apakah dengan formula ini kami sejahtera? Kalau pasti tidak sejahtera, buat apa? Pemerintah hanya buat kami jadi miskin. Mereka sudah gagal,” kata dia. (l6/ant/oz)